KUDUS, Lingkarjateng.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus bertekad bulat untuk mewujudkan Kudus tanpa radikalisme. DPRD Kabupaten Kudus mengajak para santri untuk membentengi diri dari paham radikalisme dan meminta santri untuk jadi garda terdepan mencegah radikalisme yang sarat akan kekerasan. Sebab, paham radikalisme mengancam persatuan bangsa dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam kegiatan optimalisasi peran santri dalam antisipasi radikalisme, turut hadir Ketua DPRD Kudus Masan, Wakil Ketua DPRD Kudus Mukhasiron, Bupati Kudus HM Hartopo, Kepala Kesbangpol Kabupaten Kudus Harso Widodo, pengasuh Pondok Pesantren Nihayatus Salikin KH Achmad Khunaifi Syansuri, Kepala Desa Gulang, perwakilan guru madin, dan lainnya.
Kegiatan yang bertujuan untuk memberi pemahaman kepada santri terhadap bahaya radikalisme yang bisa mengancam NKRI ini diselenggarakan di Pondok Pesantren Nihayatus Salikin pada Kamis (17/3) malam.
DPRD Kudus Dorong Masyarakat Jaga Kesehatan
Pada kesempatan ini, Ketua DPRD Kudus Masan menyampaikan pesan kepada para santri agar dapat menjadi contoh maupun teladan bagi generasi muda. Sebab, peran vital dalam pesantren sangatlah penting bagi santri untuk antisipasi radikalisme.
“Santri melalui Kiai harus bersinergi dalam memahami agama di Indonesia,” tuturnya pada Kamis malam (17/3).
Masan juga meminta para santri untuk berpegang teguh terhadap prinsip Islam Rahmatan Lil ‘Aalamin yang mana memberikan rahmat bagi seluruh alam dengan menjaga kedamaian.
“Di tengah banyaknya pendakwah yang tak jelas asal usulnya dan menyerukan kafir kepada sesama Muslim, santri harus berpegang pada Islam Rahmatan Lil ‘Aalamin. Sebab, sikap yang mengkafirkan orang lain itu menjadi awal dari radikalisme,” paparnya.
DPRD Kudus Ajak Masyarakat Fokus Perangi Covid-19
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kudus Mukhasiron menceritakan sedikit sejarah adanya paham radikalisme sebelum dan sesudah Indonesia merdeka.
Pada kesempatan itu, Mukhasiron mengatakan bahwasanya ada 2 radikal di Indonesia yakni radikal kanan dan radikal kiri yang pada dasarnya keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Mukhasiron meminta kepada calon kiai, guru madin, pendakwah di desa yang paham agama untuk meluruskan bahwa radikalisme bukan ajaran Islam.
“Sebab fungsi pesantren sangat menentukan sebagai panutan umat,” imbuhnya.
Ketua DPRD Kudus Harapkan Kompetensi Perawat Setara Tenaga Medis Lainnya
Pada kesempatan terakhir, Gus Khifni Nasif yang bertindak sebagai moderator menyimpulkan bahwa santri harus ikut merawat kebhinekaan, toleransi, dan melek media sosial.
“Santri memiliki peran untuk ikut merawat kebhinekaan, toleransi, dan melek media sosial,” ucapnya.
Terpisah, salah satu santri yang hadir, Sahal menyampaikan, kegiatan tersebut menurutnya memberikan pengetahuan baru terkait pencegahan radikalisme.
Ia mengaku tertarik untuk mempelajari lebih dalam agar dapat mencegah paham radikalisme yang bisa saja terjadi di sekitarnya.
“Pengetahuan baru bagi saya dan saya tertarik untuk belajar lebih dalam agar bisa membentengi diri dari paham radikalisme,” pungkasnya. (Lingkar Network | Alifia Elsa Maulida – Koran Lingkar)