Merevolusi Peran Guru di Kelas

POTRET: Guru Produktif TJKT SMK NU Ma’arif 2 Kudus, Mokhamad Nurul Qomar, S.Kom. (Dok.Pribadi/Lingkarjateng.id)

POTRET: Guru Produktif TJKT SMK NU Ma’arif 2 Kudus, Mokhamad Nurul Qomar, S.Kom. (Dok.Pribadi/Lingkarjateng.id)

*Oleh: Mokhamad Nurul Qomar, S.Kom., Guru SMK NU Ma’arif 2 Kudus, Jawa Tengah

PENGETAHUAN baru hanyalah sejauh jari dan layar gawai kita. Dengan demikian guru, mau tidak mau, harus merevolusi perannya di kelas. Di era digital yang terus berkembang telah membuka peluang baru untuk meningkatkan pembelajaran melalui integrasi teknologi ke dalam proses pendidikan.

Teknologi juga dapat mencakup segala sesuatu yang dapat diandalkan dalam pembelajaran, seperti pendekatan belajar kognitif dan keterampilan berfikir kritis. Seiring dengan perkembangan teknologi dan pendekatan pembelajaran yang lebih progresif, peran guru telah berubah dari menjadi pemberi pengetahuan utama menjadi fasilitator pembelajaran.

Guru tidak lagi hanya memberikan informasi kepada siswa, tetapi mereka juga membantu siswa dalam memahami konsep, mendorong pertanyaan, dan memfasilitasi diskusi yang mendalam. Ini menciptakan lingkungan di mana siswa lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran.

Seperti hal nya mengintegrasikan Internet of Things (IoT), yang mengacu pada jaringan perangkat fisik yang terhubung dan berkomunikasi secara online, dapat menjadi alat yang bermanfaat. Menghadirkan pengalaman pembelajaran yang lebih interaktif, membangun keterampilan kolaborasi, mendorong kesadaran lingkungan dan tentunya mengajarkan etika teknologi.

Penggunaan IoT dalam pembelajaran siswa bukan hanya meningkatkan akses terhadap informasi, tetapi juga merangsang kreativitas, keterlibatan, dan pemahaman konsep secara lebih mendalam.

Salah satu perangkat atau aplikasi IoT dalam pembelajaran adalah penciptaan kelas pintar. Dimana perangkat terhubung seperti sensor suhu, lampu pintar, dan papan tulis interaktif yang bekerja sama untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih dinamis dan interaktif. Dengan menggunakan IoT, guru dapat memantau suhu dan kualitas udara di dalam kelas untuk memastikan kenyamanan siswa dan meningkatkan konsentrasi.

Selain IoT, ada juga pemanfaatan teknologi Web 3.0 atau Web3 di dalam pembelajaran. Web 3.0, juga dikenal sebagai Semantic Web, adalah perkembangan lanjutan dari World Wide Web yang bertujuan untuk memberikan pengalaman pengguna yang lebih cerdas, terhubung, dan personal. Web 3.0 berfokus pada penggunaan data terstruktur, semantik, dan artificial intelligence (AI) untuk menyediakan konten yang lebih relevan, interaktif, dan memahami konteks.

Implementasi Web 3.0 dalam pembelajaran membawa paradigma baru yang mengubah cara siswa dan guru berinteraksi dengan konten pendidikan. Melalui teknologi blockchain dan kontrak pintar, Web 3.0 memungkinkan pembelajaran yang lebih terdesentralisasi dan terbuka, di mana siswa memiliki kontrol lebih besar atas data pribadi mereka dan dapat mengakses konten pendidikan dengan lebih mudah.

Kehadiran teknologi ini pada akhirnya akan menawarkan peluang baru dalam merevolusi peran guru di kelas untuk kolaborasi, inovasi, dan peningkatan produktivitas. Sebagai panutan ilmu dan karakter. Guru memiliki peran yang penting dalam membentuk tidak hanya pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai moral dan etika siswa dimana pertumbuh teknologi sangat cepat.

Dalam konteks guru, hubungan antara nilai dan praktik sangat penting. Guru dihormati sebagai contoh dan dasar peradaban. Menurut Sigit Setyawan, guru adalah sumber pengaruh. Pemahaman ini mengacu pada teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh pemikir pendidikan Kanada Albert Bandura. Teori kognitif sosial bermula dari kesadaran bahwa interaksi menentukan bagaimana manusia belajar.

Buku yang disusun oleh Sigit Setyawan, “Guruku Panutanku” (2013) memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang arti guru. Untuk menggerakkan hajatan pendidikan pengajaran, guru adalah manusia pengabdi. Guru tidak sekadar pekerjaan yang harus mengajar di kelas, memberi nilai, berseragam rapi, dan berbicara di depan siswa.

Kita biasanya mengatakan bahwa guru hanya mengajar dan mendidik. Mengajar disini bahwa siswa tidak bisa, jadi mereka harus diajarkan. Mendidik secara implisit berarti bahwa siswa belum terbiasa sehingga mereka perlu dididik. Dalam beberapa frasa di atas, siswa seolah-olah hanyalah benjana kosong yang harus dipenuhi dan dibentuk oleh guru.

Revolusi peran di kelas telah mengubah dunia pendidikan. Guru tidak lagi berfungsi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan; mereka sekarang berperan sebagai fasilitator dan pemandu dalam proses pembelajaran.

Siswa sekarang aktif terlibat dalam pembelajaran mereka sendiri dan bukannya hanya menerima. Keterlibatan siswa, kolaborasi, dan pemanfaatan teknologi telah menjadi elemen penting dalam pendidikan kontemporer.

Untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan untuk berkembang secara penuh dalam lingkungan pembelajaran yang merangsang dan inklusif, guru harus terus beradaptasi dengan perubahan ini.

Oleh karena itu, revolusi peran di kelas tidak hanya tentang mengubah metode pembelajaran, tetapi juga tentang mempersiapkan generasi mendatang untuk menghadapi tantangan yang muncul dari dunia yang berkembang.

Exit mobile version