Lunturnya Etika Komunikasi Lisan di Sekolah

POTRET: Guru Bahasa Indonesia SMK Negeri 2 Cilacap, Ratna Wijayanti, S.Pd. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

POTRET: Guru Bahasa Indonesia SMK Negeri 2 Cilacap, Ratna Wijayanti, S.Pd. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

*Oleh: Ratna Wijayanti, S.Pd. Guru Bahasa Indonesia SMK Negeri 2 Cilacap

BAHASA merupakan sarana penyampaian gagasan dan alat penghubung antara satu orang dengan yang lainnya. Menurut Gorys Keraf, secara umum bahasa memiliki empat fungsi yaitu: (1) bahasa sebagai alat ekspresi diri, yaitu untuk mengungkapkan  apa  yang  tersirat  dalam  hati,  misalnya  untuk  menunjukkan   keberadaan kita di tengah orang lain; (2) bahasa sebagai alat komunikasi, untuk menyampaikan semua  yang kita rasakan, pikirkan, dan ketahui kepada orang lain; (3) bahasa sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial, yaitu melalui bahasa  kita  mengenal  semua  adat  istiadat,  tingkah  laku,  dan  tatakrama   masyarakat   serta   mencoba   menyesuaikan   diri   dengan lingkungan tersebut; (4) bahasa   sebagai   alat   kontrol   sosial,   yaitu   melalui   bahasa   seseorang memengaruhi pandangan dan sikapnya.

Ada dua bentuk bahasa yang kita ketahui yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Ketika kita berkomunikasi secara tulis, tuturan yang dihasilkan tentu saja akan lebih bagus dan rapi. Namun, hal ini berbeda dengan bahasa lisan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan tentu saja lebih luwes, kita bisa menggunakan bahasa sesuai dengan kondisi yang ada.

Seperti yang kita ketahui bahwa seiring perkembangan zaman, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar semakin memudar terutama dikalangan siswa. Hal ini dipicu oleh teknologi modern yang memudahkan akses budaya asing masuk ke Indonesia. Siswa tidak lagi memperhatikan penggunaan bahasa ketika mereka berkomunikasi baik di lingkungan rumah maupun di sekolah. Padahal kita tahu bahwa sekolah itu adalah lingkungan formal dan ketika berkomunikasi dalam lingkup tersebut mestinya menggunakan bahasa yang santun. Fatimah dan Arifin (2014) mengatakan bahwa berbahasa santun akan menjadi bagian penting dalam proses pendidikan bagi masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kesantunan. Di Indonesia, orang yang tidak memiliki kesantunan dianggap “tidak berbudi bahasa”. Sekolah merupakan tempat yang paling tepat untuk melaksanakan proses pembinaan berbahasa. Bahasa yang diperoleh dari lingkungan sekolah baik dari teman, guru, maupun karyawan mempengaruhi cara berbahasa siswa. Terutama guru, adalah orang yang paling diperhatikan para siswa di kelas dan di luar kelas. Sikap dan tuturan guru di kelas mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap dan tuturan siswa. Keteladanan guru dalam bertutur kata sangat diperhatikan dan dijadikan contoh dalam tutur kata siswa.

Penggunaan bahasa yang tidak baku, bahkan cenderung kasar sering kali kita jumpai dalam lingkup sekolah. Siswa tidak lagi mementingkan sedang berada dimana dan berkomunikasi dengan siapa saat berbicara. Mereka banyak meniru cara berkomunikasi yang ada dalam sosial media. Ketika berbicara dengan guru pun, siswa lebih sering menggunakan bahasa daerah maupun bahasa gaul daripada menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa gaul juga akan mempersulit siswa berbicara dalam forum formal seperti saat presetasi di kelas. Padahal, bahasa Indonesia adalah identitas  bangsa yang menjadi salah satu penghargaan bagi negara ini. Seharusnya generasi mudah mampu menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bentuk pengabdian kepada negara Jika dibiarkan begitu saja, maka akan merusak tatanan berbahasa dan menurunkan etika dalam berkomunikasi. Penggunaan etika dalam berkomunikasi bertujuan untuk menyampaikan informasi dengan tepat, membangun relasi yang baik, sebagai bentuk sopan santun, dan bagian dari rasa saling menghormati serta menghargai orang lain.

Dengan melihat situasi seperti saat ini, hendaknya sekolah perlu bergerak cepat untuk mencegah semakin merosotnya etika siswa dalam berkomunikasi.  Menurut Fajar Kurniadi1,Hilda Hilaliyah, dan Sangaji Niken Hapsari (2018) mengatakan bahwa peran pendidik dalam penanaman karakter sangatlah penting, pendidik (1) harus terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu melakukan interaksi dengan peserta didik dalam men diskusikan materi pembelajaran, (2) harus menjadi contoh tauladan kepada peserta didiknya dalam berprilaku dan bersikap, (3) harus mampu mendorong peserta didik aktif dalam pembelajaran melalui penggunaan metode pembelajaran yang variatif, (4) harus mampu mendorong dan membuat perubahan sehingga kepribadian, kemampuan dan keinginan pendidik dapat menciptakan hubungan yang saling menghormati dan bersahabat dengan peserta didiknya, (5) harus mampu membantu dan mengembangkan emosi dan kepekaan sosial peserta didik agar lebih bertakwa, menghargai ciptaan-Nya, mengembangkan keindahan dan belajar soft skills yang berguna bagi kehidupan peserta didik selanjutnya, dan (6) harus menunjukkan rasa kecintaan kepada peserta didik sehingga pendidik dalam membimbing peserta didik yang sulit tidak mudah putus asa. Guru tidak boleh bosan untuk terus mengingatkan siswa supaya berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu, siswa juga perlu banyak diberi pemahaman bahwa harus bisa menempatkan diri saat berbicara dengan orang lain karena tingkat pemahaman satu orang dengan yang lainnya tidak sama. Bahasa bukan individual yang hanya dapat dipakai dan dipahami oleh penutur saja, akan tetapi pemakaian bahasa akan lebih tepat bila antara penutur dan mitra tutur saling memahami makna tutur. Tidak hanya guru di sekolah, para orang tua di rumah juga mempunyai andil dalam perkembangan bahasa anak. Orang tua juga perlu mengingatkan putra-putrinya supaya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika berbicara.

Daftar Pustaka

Nuraini Fatimah dan Zainal Arifin. 2014. Strategi  Ketidaksantunan Culpeper dalam Berbahasa Lisan di Sekolah . Prosiding Seminar Nasional Magister Pengkajian Bahasa UMS 2014. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/bitstream/handle/11617/4370/10.%20Nuraini%20Fatimah.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Fajar Kurniadi1,Hilda Hilaliyah, dan Sangaji Niken Hapsari . 2018. Membangun Karakter Peserta Didik Melalui Kesantunan Berbahasa. Aksiology (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat) Vol.2, No.1, Februari 2018 Hal 1 – 7. http://103.114.35.30/index.php/Axiologiya/article/view/1023/1263#

Exit mobile version