Jangan Diremehkan, Ini Indikasi Remaja Alami Masalah Mental

ILUSTRASI: Seorang perempuan menarik diri dari kelompok sosialnya. (Freepik @Drazen Zigic/Lingkar.news)

ILUSTRASI: Seorang perempuan menarik diri dari kelompok sosialnya. (Freepik @Drazen Zigic/Lingkar.news)

Lingkarjateng.id – Perubahan perilaku pada fase remaja merupakan hal wajar, namun orang tua juga perlu waspada. Pasalnya, perubahan perilaku bisa jadi indikasi awal timbulnya masalah mental pada anak remaja mereka.

Ketua Satgas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. Rodman Tarigan SpA(K), M.Kes mengatakan apabila remaja tiba-tiba berubah dari seseorang yang ceria menjadi lebih tertutup, menarik diri dari kegiatan sekolah dan teman-teman, serta sering mengeluh sakit fisik tanpa sebab yang jelas, hal tersebut bisa dicurigai sebagai perubahan perilaku yang mengindikasikan masalah mental pada remaja.

“Jadi kalau ada satu saja yang kita temukan, kita sebagai orang tua perlu menyadari bahwa ada perubahan perilaku dari anak tersebut,” ujar Dr. Rodman dalam seminar media “Mendidik Remaja yang Kuat Secara Mental dan Sosial” baru-baru ini.

Dr. Rodman menjelaskan, salah satu permasalahan pada anak usia sekolah dan remaja adalah kesehatan mental dan emosional. Dalam data yang dipaparkannya, sebanyak 10 persen anak usia 15 hingga 24 tahun memiliki gangguan mental dan emosional.

Dia menyampaikan, orang tua dan lingkungan sekitar harus mampu merespons perubahan perilaku pada remaja. Anak dengan masalah mental umumnya mengalami stres, depresi, bahkan melakukan tindakan-tindakan negatif seperti tawuran, kekerasan hingga mencuri.

Menghadapi Perubahan Perilaku Remaja

Menurut Dr. Rodman jika ada setidaknya satu tanda perubahan perilaku yang mencolok, langkah pertama yang harus dilakukan adalah berkomunikasi dengan remaja tersebut.

Berikan kesempatan kepada anak untuk berbicara tentang perasaan dan pengalaman yang dialami. Orang tua harus menjadi pendengar yang baik dan memahami permasalahan yang dihadapi remaja tersebut.

Orang tua juga harus memberikan dukungan yang kuat dan memastikan bahwa sang anak tidak sendirian menghadapi masalahnya. Selain itu, orang tua juga dapat mengenalkan anak pada aktivitas yang produktif dan positif.

Namun, Dr. Rodman tidak memungkiri bahwa pada sejumlah kasus terdapat remaja yang enggan berbicara tentang permasalahan mereka kepada orang tuanya. Hal ini bisa dipicu oleh kurangnya kepercayaan atau faktor lain yang memengaruhi hubungan.

Jika hal tersebut terjadi, proses identifikasi akar permasalahan bisa menjadi lebih sulit dan membutuhkan kesabaran. Apabila orang tua merasa bahwa mereka tidak mampu menangani permasalahan sang anak, mencari bantuan dari ahli bisa menjadi pilihan.

Layanan konseling bisa dimanfaatkan untuk menangani remaja dengan masalah mental.

Pemerintah telah menyediakan layanan konseling melalui program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di puskesmas, yang dirancang untuk memberikan dukungan psikologis kepada remaja.

“Itu sudah ada di semua puskesmas dan itu di-cover oleh BPJS. Apabila tidak bisa diatasi di puskesmas, itu akan dirujuk ke rumah sakit PPK (pemberi pelayanan kesehatan) 2, di situ ada dokter anak, mungkin juga layanan psikolog atau layanan dari psikiater,” pungkasnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version