*Oleh: Diah Nur Atikah Dewi, S.Pd., guru bahasa Inggris SMK Negeri 2 Cilacap
TANGAN kiri mungil itu mengusap pipi sang ibu yang terus basah karena deraian air mata. Dengan lembut menghapus air mata seraya berkata, “Mamah jangan nangis, adek ndak papa kok. Adek memang salah jadi mamah boleh hukum adek.” Sang ibu memeluk erat anak gadis itu dengan air mata yang deras mengalir.
Pemandangan di ruang IGD yang menyayat hatiku. Dari perawat kudapatkan cerita mengapa ibu dan anak gadis itu ada di sana. Jari kanan gadis mungil itu di gips karena retak. Retak karena emosi sang mamah yang tak terkendali mana kala gadis mungil itu bermain lipstik di kamar dan mencoret-coretkannya di kain sprei. Lipstiks kesayangan mamah dan sprei penuh coretan merah.
Mamahnya yang sedang lelah mengerjakan pekerjaan rumah, spontanitas memukul jari sang gadis dengan gagang alat penggorengan. Memukul dengan emosional tanpa menyadari tangan yang dia pukul adalah tangan gadis mungil yang masih lemah, yang belum kuat menanggung beban berat. Tanpa menyadari bahwa yang di depannya adalah gadis mungilnya yang baru berumur belum genap dua tahun. Yang belum tahu salah dan benar.
Dunianya hanyalah bermain, dan bermain. Karenanya dia tidak tahu kalua lipstick mamahnya begitu berarti. Bahwa mencorat coret sprei adalah perbuatan yang tidak baik. Baginya lipstick seperti crayon, dan kain sprei seperti buku gambar. Anak belia yang rasa ingin tahunya masih besar yang ingin mencoba segala hal yang dia ada di depan mata.
Anak anak mempunyai dunia sendiri, salah dan benar mestinya diukur dari dunia mereka dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan jiwanya. Bisa jadi menurut orang tua tindakan anaknya merupakan kesalahan fatal, tapi menurut anak-anak hal itu bukanlah kesalahan.
“Setiap anak berbeda dan unik. Ada yang sulit ada pula yang mudah beradaptasi. Masing- masing memiliki kelebihan.”
Seorang ibu adalah perempuan yang emosinya cenderung lebih tidak stabil. Pada periode tertentu emosi atau mood perempuan akan lebih mudah naik. Mood perempuan yang dikenal dengan istilah “mood swing” memang cenderung untuk lebih mudah naik turun. Karenanya seorang ibu harus bisa memahami kondisi emosinya sendiri sehingga mampu mengendalikan pada saat mood-nya tidak baik.
Pengendalian emosi yang tidak baik bagi ibu akan berdampak negatif bagi lingkungan sekitarnya, terutama pada anak dan suaminya. Penyebab ibu berlaku kasar atau emosional, antara lain:
- Kelelahan mengerjakan tugas rumah tangga.
- Kebosanan karena terkungkung di lingkungan rumah.
- Jenuh akibat pergaulan terbatas.
- Suami dan keluarga kurang menghargai keberadaan dirinya.
- Pelampiasan konflik dengan suami.
Dari penyebab di atas, agar emosi ibu mampu dikendalikan perlu dilakukan kegiatan – kegiatan yang dapat menjaga emosi ibu antara lain:
- Membuat skala prioritas dari pekerjaan – pekerjaan rumah sehingga tidak semua dikerjakan atau harus diselesaikan pada hari itu juga.
- Lakukanlah refresing agar tidak bosan atau jenuh dengan aktivitas rumah tangga. Refresing tidak harus bepergian yang jauh atau belanja di mall. Bergaul dengan lingkungan sekitar dapat juga sebagai refresh diri keluar dari rutinitas.
- Meningkatkan kedekatan dengan Tuhan Yang Maha Esa sehingga hati lebih tenang dan sabar.
Penyesalan akan selalu datang belakangan. Karenanya lebih baik menjaga diri agar dapat mengendalikan emosi dari pada menyesal berkepanjangan karena perbuatan emosional. [missdy.46]