Cairan Serbaguna Hasil Pengolahan Sampah Rumah Tangga

POTRET: Guru SMK Negeri 1 Cilacap, Dyah Puspitasari. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

POTRET: Guru SMK Negeri 1 Cilacap, Dyah Puspitasari. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

*Oleh: Dyah Puspitasari Guru SMK N 1 Cilacap

PERTAMBAHAN penduduk dan pola konsumsi masyarakat yang semakin meningkat menjadi salah satu faktor meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan. Hal ini tentunya menjadi permasalahan yang cukup serius mengingat dampak limbah bisa menjangkau berbagai bidang kehidupan. Rumah tangga menyumbang presentasi limbah yang paling banyak. Diperlukan pembinaan dan pembiasaan agar setiap rumah tangga bisa mengolah sampah dengan baik misalnya dengan menerapkan 3R (reuse, reduce, dan recycle). Pengetahuan tentang karakteristik limbah dibutuhkan agar kita mengetahui bagaimana cara penanganan lebih lanjut agar meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari limbah tersebut.

Limbah adalah semua sisa hasil aktivitas dari manusia baik yang berwujud padat, cair, maupun gas. Limbah yang wujudnya padat disebut sebagai sampah. Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari mahluk hidup yang mudah terurai. Sampah organik bisa dikatakan sebagai sampah ramah lingkungan karena bisa diolah kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat apabila dikelola dengan tepat. Tanpa pengelolaan yang baik dan benar sampah organik akan menimbulkan penyakit dan bau yang kurang sedap hasil dari pembusukan. Pengolahan sampah organik di tempat sumber sampah yang dilakukan dengan konsisten dan terus-menerus diyakini dapat menyelesaikan permasalahan sampah sejak dini. Penumpukan sampah organik di TPA yang biasanya menimbulkan bau tidak sedap dan berpotensi menyebabkan terjadinya ledakan akibat produksi gas metana dari proses penguraian alami dapat dihindari dengan mengedepankan penanganan sampah dari sumbernya.

Salah satu pengelolaan sampah organik yang mudah dilakukan di level rumah tangga adalah eco enzym. Eco enzym adalah hasil dari fermentasi sampah dapur organik. Eco enzym pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand. Eco enzym mempercepat reaksi bio-kimia di alam untuk menghasilkan enzim yang berguna menggunakan sampah buah atau sayuran. Kelebihan pengelolaan sampah organik menjadi ecoenzym adalah merupakan produk ramah lingkungan yang mudah dibuat, tidak memerlukan lahan yang luas untuk proses fermentasi dan tidak memerlukan bak komposter dengan spesifikasi tertentu. Kita bisa menggunakan botol bekas air mineral maupun wadah bekas produk lain yang sudah tidak digunakan untuk dimanfaatkan kembali sebagai wadah fermentasi eco-enzim. Selain menghemat pengadaan bahan kita juga sudah menerapkan konsep reuse dalam upaya meminimalisir dampak sampah terhadap lingkungan.

Pembuatannya eco enzym hanya membutuhkan sampah organik sayur dan buah, gula (gula coklat, gula merah atau gula tebu) sebagai sumber karbon, dan air dengan perbandingan 3 : 1 : 10. Proses fermentasi eco enzym berlangsung secara anaerob dan membutuhkan waktu minimal tiga bulan agar siap untuk dipanen. Pada awal minggu pertama gas yang dihasilkan dari proses fermentasi cukup banyak sehingga kita perlu mendesain wadah agar gas bisa keluar tanpa merusak proses fermentasi. Selama proses fermentasi ecoenzym dihasilkan kandungan disinfektan karena adanya alkohol alami atau senyawa kimia asam. Setelah tiga bulan akan dihasilkan cairan berwarna coklat gelap dan memiliki aroma fermentasi asam manis yang kuat dan sudah bisa dimanfaatkan. Beberapa manfaat dari Ecoenzim adalah sebagai pupuk cair organik tanaman, pestisida alami, campuran deterjen, pembersih lantai, pembersih kaca, pembersih sisa pestisida pada buah dan sayuran, pembersih kerak pada peralatan dapur maupun kamar mandi, dan sebagai bahan spa untuk membantu melancarkan peredaran darah. Ada yang sudah pernah mencoba?

Exit mobile version