SEMARANG, Lingkarjateng.id – Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menggelar rapat untuk membahas penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 yang berlangsung di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Selasa, 16 Desember 2025.
Salah satu anggota Dewan Pengupahan Jawa Tengah dari unsur buruh, Karmanto, mengatakan rapat terbatas tersebut membahas sejumlah isu krusial, mulai dari tindak lanjut Peraturan Pemerintah (PP) tentang Upah Minimum yang belum disahkan Presiden, hingga pembahasan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP).
“Dalam rapat hari ini, kami bersama Disnakertrans membedah dan menentukan kriteria serta parameter perusahaan yang bisa memberlakukan UMSP,” ujar Karmanto usai mengikuti rapat.
Ia menjelaskan, salah satu parameter utama penetapan UMSP adalah perusahaan tersebut harus masuk dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) minimal lima digit. Selain itu, penerapan UMSP juga lebih difokuskan pada perusahaan yang telah menjalankan kegiatan ekspor.
“Intinya, kami masih menunggu PP itu disahkan. Setelah itu, kami akan melakukan pembahasan secara maraton karena waktu yang tersisa hanya sekitar 14 hari sebelum masuk tahun 2026,” katanya.
Terkait kapan PP tentang upah minimum akan disahkan, Karmanto mengaku pihaknya telah menanyakan hal tersebut kepada Kepala Disnakertrans Jawa Tengah. Namun, hingga kini belum ada kepastian.
“Kemarin Pak Kadis juga sudah menanyakan ke Kementerian Ketenagakerjaan. Informasinya, PP tersebut sebenarnya sudah sampai di meja Presiden, tetapi sampai hari ini belum ditandatangani,” jelasnya.
Di sisi lain, Dewan Buruh Jawa Tengah secara tegas meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026 minimal sebesar 10,5 persen.
Menurut Karmanto, usulan tersebut dinilai wajar dengan mempertimbangkan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat.
Selain itu, secara nasional Jawa Tengah masih berada pada basis upah yang relatif rendah dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa.
Kondisi tersebut membuat dewan buruh menilai kenaikan 10,5 persen masih realistis untuk mengejar ketertinggalan dan mengurangi kesenjangan upah antardaerah.
Karmanto menilai kenaikan UMP Jawa Tengah tahun 2025 sebesar enam persen belum mampu memenuhi kebutuhan hidup buruh, terutama di tengah naiknya harga kebutuhan pokok dan biaya hidup.
“Upah di Jawa Tengah masih tertinggal cukup jauh dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa. Kenaikan enam persen pada 2025 belum mampu menutup kebutuhan hidup layak buruh,” pungkasnya.
Jurnalis: Rizky Syahrul Al-Fath
Editor: Rosyid
































