BLORA, Lingkarjateng.id – Aktivitas sumur minyak ilegal di Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, menimbulkan persoalan baru. Senyawa dalam minyak mentah atau fluida hidrokarbon diduga mencemari aliran sungai di sekitar lokasi.
“Kondisi ini menuntut adanya penilaian pencemaran lingkungan oleh instansi berwenang untuk kemudian dilakukan pengelolaan serta pemantauan secara berkelanjutan,” ujar Plt Kepala Cabang Dinas ESDM Wilayah Kendeng Selatan di Blora, Hadi Susanto, Kamis, 21 Agustus 2025.
Terkait insiden kebakaran sumur minyak masyarakat di Blora, Hadi menyebut pihaknya belum menerima laporan resmi. Meski demikian, perkembangan penanganan kejadian telah diperoleh secara berkala dari Pemerintah Kabupaten Blora.
“Untuk investigasi lebih lanjut, saat ini penanganan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) bersama Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian ESDM RI,” ungkapnya.
Ia menegaskan, kewenangan penanganan pencemaran lingkungan hidup sepenuhnya berada di bawah instansi yang membidangi lingkungan hidup.
Sementara pengawasan terhadap aktivitas sumur minyak ilegal menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM RI bersama aparat penegak hukum (APH).
“Pengeboran minyak oleh masyarakat memiliki risiko tinggi. Kewenangan sepenuhnya berada di Kementerian ESDM RI, sehingga konfirmasi terkait penanganan dapat dilakukan ke pusat. Sedangkan untuk pengelolaan limbah, hal itu menjadi ranah instansi lingkungan hidup,” jelasnya.
Kedepan, pemerintah akan membentuk tim validasi multi sektoral yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta unsur terkait lainnya.
Tim ini bertugas menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) pengelolaan sumur minyak rakyat, termasuk aspek pemulihan lingkungan hidup.
Instansi lingkungan hidup juga akan melakukan penilaian dampak pencemaran. Jika ditemukan bukti adanya kelalaian pemilik sumur yang mengarah pada tindak pidana, maka sanksi hukum akan dijatuhkan sesuai aturan yang berlaku.
“Pemulihan lingkungan akibat aktivitas minyak ilegal menjadi tanggung jawab pelaku usaha berdasarkan putusan hukum,” tegasnya.
“Tata kelola akan dilakukan secara multi sektoral, dengan melibatkan pemerintah, aparat penegak hukum, pelaku usaha, serta masyarakat,” sambung Hadi.
Dengan adanya langkah terpadu ini, pemerintah berharap persoalan pencemaran dan risiko kebakaran akibat aktivitas sumur minyak ilegal di Blora dapat ditangani secara menyeluruh, sekaligus memberikan kepastian hukum serta perlindungan lingkungan.
Sebelumnya, Sriyani, Penyidik ESDM, Direktorat Penegakan Hukum Kementerian ESDM mengunjungi lokasi kebakaran sumur minyak, di Desa Gandu menjelaskan kegiatan pengeboran tersebut masuk pada tindak pidana.
“Untuk kegiatan pengeboran seperti ini kita ada terkait pidana di pasal 52, Undang-undang No 22 tahun 2001, mengenai minyak dan gas bumi,” ujarnya.
Artinya, sambung Sriyani, aktifitas pengeboran harus memiliki badan usaha dan memiliki kontrak kerjasama. Lalu ia menjelaskan terkait payung hukum sumur masyarakat maupun sumur tua sudah diperjelas.
“Peraturan menteri energi sumber daya mineral itu No 1 tahun 2008, untuk pengolahan sumur tua, dan Permen ESDM 14 tahun 2025, untuk sumur tua dan sumur masyarakat,” terangnya.
Ditambahkan, hingga saat ini pihaknya belum mengetahui kriteria sumur masyarakat. Namun pihaknya menegaskan pengeboran tidak dapat dilakukan secara perorangan.
“Pengajuannya (Sumur masyarakat) tidak bisa orang perorangan. Tetap berbentuk badan usaha dalam hal ini, bisa berbentuk BUMD, KUD, UMKM,” ujarnya.
Sebagai informasi tambahan, pada “Rapat Koordinasi Pembahasan Sumur Minyak Masyarakat di Kabupaten Blora”, Selasa, 12 Agustus 2025, Bupati Blora Arief Rohman mengungkapkan akan mengajukan sekitar 4000 titik sumur masyarakat ke Gubernur Jawa Tengah. Dengan harapan dapat beroperasi, melalui Permen ESDM No14 Tahun 2025.
“Sekitar ada 37 desa, yang mana ada sekitar 4000 an sumur yang ada di bawah Koperasi BUMD maupun UMKM,” ujar Bupati Blora.
Jurnalis: Eko Wicaksono
Editor: Sekar S
































