PATI, Lingkarjateng.id – Hasil ubinan padi yang dilakukan Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati terhadap lahan milik Kelompok Tani Subur Makmur Jetak petani pada musim tanam (MT) ll 2025 mencapai 11,8 per hektar.
“Ubinan padi Poktan Subur Makmur Desa Jetak Kecamatan Pucakwangi hasil 11,8 ton per hektar,” ujar Kepala BPP Kecamatan Pucakwangi, Yahman, Rabu, 28 Mei 2025.
Saat dilakukan pemanenan menggunakan mesin combine, jumlah padi yang dihasilkan menunjukkan angka yang berbeda yakni menjadi 8,4 ton per hektar. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya tanaman padi yang roboh, terkena penyakit dan tingkat kesuburan tidak sama.
“Justifikasinya tidak sama dengan hasil ubinan disebabkan kondisi tanaman padi roboh 25 persen, kondisi tanaman panen paling akhir banyak penyakit, hamparan tanaman padi kesuburannya tidak sama,” jelas dia.
Meskipun hasil nyata panen padi tak sebanyak hasil ubinan, petani tetap semangat untuk menghasilkan padi sebanyak 10 ton per hektar sesuai target Bupati Pati, Sudewo di musim tanam mendatang.
“Tapi dengan hasil itu sangat memacu semangat kami dan petani di lahan tadah hujan bisa menghasilkan seperti itu, sekaligus mendukung program Pak Bupati,” ucap dia.
Rahasia Petani di Tambakromo Pati Sukses Panen Padi 10 Ton Per Hektare
Sebelumnya, hasil ubinan di lahan milik salah seorang petani di Desa Mangunrekso, Kecamatan Tambakromo, Suwarno, bisa menghasilkan 10 ton per hektar setelah mengikuti bimbingan petugas penyuluh pertanian (PPL).
Proses penanaman padi di musim taman (MT) 2 ini dilakukan sesuai ilmu yang diajarkan petani asal Karangwage, Kecamatan Trangkil, Sunyoto melalui PPL Tambakromo. Mulai dari pengolahan lahan sebelum tanam hingga masa panen.
Sebelum melakukan penanaman, Suwarno terlebih dahulu melakukan pengolahan lahan selama 10 hari dengan cara memberikan pupuk dan obat-obatan. Tujuannya, agar jerami bekas panen di MT 1 terurai dengan baik.
“Dari awal pengolahan bibit, terus pengolahan tanah. Terus setelah pengolahan tanah, setelah jarak 10 hari terus penanaman,” ujar Suwarno pada Minggu, 25 Mei 2025.
Saat proses penanaman, Suwarno menggunakan bibit padi jenis Inpari 32 Pertiwi. Bibit padi tersebut memiliki keunggulan dibandingkan yang lain yakni bulir lebih panjang dan padinya lebih banyak.
“Bibitnya beda, jenisnya beda. Kemarin itu bibitnya Inpari 32 jenisnya pertiwi. Bulirnya itu panjang, sampai 250 butir kalau dihitung,” jelasnya.
Jarak 3 hari setelah penanaman, Suwarno melakukan pemupukan yang pertama kali dengan Urea dan NPK sesuai takaran yang telah diajarkan. Proses pemupukan yang kedua dan ketiga, Suwarno memberikan jenis pupuk yang sama namun takarannya berbeda.
“Setengah hektar itu ureanya 1 kuintal ditambah NPK 75 kg. Pemupukan kedua itu setelah 20 hari menggunakan Urea lagi 75 dan NPK 75 lagi. Setelah sebulan lebih saya kasih lagi tapi ureanya saya kurangi untuk menghindari kesuburan,” ungkap dia.
Lebih lanjut, sebelum padi berbuah atau berbulir, Suwarno memberikan pupuk non subsidi jenis ZA untuk memperkuat batang padi. Kemudian, untuk memperbesar dan memperbanyak bulir Suwarno menggunakan pupuk non subsidi, KCL cair.
Selain melakukan pemupukan, Suwarno juga melakukan penyemprotan pestisida dengan obat insektisida dan fungisida. Setiap seminggu sekali, Suwarno selalu melakukan penyemprotan pestisida agar tidak ada serangga maupun jamur yang menyerang padinya.
“Terus setelah itu obat-obatan pestisida itu tiap Minggu memang. Yang pertama setelah 10 hari. Untuk mengatasi penyakit padi, kan banyak. Kemarin itu air cukup, terus gulma kok tidak ada,” paparnya.
Jurnalis: Setyo Nugroho
Editor: Sekar S
































