KAB. SEMARANG, Lingkarjateng.id – Puluhan hektare lahan persawahan di Kabupaten Semarang mengalami gagal panen akibat serangan hama tikus. Beberapa kecamatan dari 19 kecamatan yang ada di wilayah tersebut tercatat gagal panen sejak Maret hingga Mei 2025.
Salah satu yang paling parah terdampak adalah Desa Pabelan, Kecamatan Pabelan, dengan 70 hingga 80 persen dari total 80 hektare sawah di desa tersebut gagal panen.
Kepala Desa Pabelan, Abdul Aziz, mengatakan bahwa kerugian petani di wilayah tersebut cukup besar karena hama tikus menyerang tanaman padi yang baru ditanam pada Januari 2025.
“Jadi memang untuk tanam pertama di bulan Januari 2025 ini, ada sekitar 70-80 persennya saat ini gagal panen di musim panen bulan April ini karena hama tikus ini muncul,” kata Abdul Aziz saat ditemui pada Rabu, 16 April 2025.
Dampak kegagalan panen ini sangat terasa bagi petani, mengingat mereka harus merogoh kocek besar untuk biaya bibit yang bisa mencapai Rp 2,5 juta per hektare.
Selain itu, kerusakan akibat hama tikus tidak hanya terjadi pada tanaman padi, tetapi juga pada tanaman jagung dan umbi-umbian.
Upaya petani untuk mengatasi masalah ini tampaknya tidak efektif, karena hama tikus tetap muncul meskipun sudah dilakukan berbagai cara seperti memburu atau menangkapnya.
“Karena hama tikus ini kalau diobati tidak ada yang mati, diburu atau ditangkap pun nyatanya tidak mengurangi jumlahnya yang sangat banyak,” ungkap Aziz.
Dari total 200 hektare lahan persawahan di Desa Pabelan, sekitar 80 hektare di antaranya merupakan Tanah Kas Desa (TKD), yang turut terdampak oleh hama tikus.
Hal ini menambah kesulitan bagi petani yang sebagian besar bergantung pada hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Menurut Aziz, hama tikus muncul sebagai bagian dari siklus alam, namun juga dipengaruhi oleh berkurangnya jumlah predator alami tikus, seperti ular.
Petani lain, Ahmadi (62), mengatakan bahwa hama tikus selalu muncul di masa musim padi seperti ini.
“Meski tidak selalu tahunan, tapi pasti ada munculnya hama tikus ini. Hama tikus ini ukurannya kecil-kecil dan sering muncul di malam hari, mereka merusaknya itu tanamannya,” katanya.
Meski sangat prihatin karena kegagalan panen ini, ia tetap optimis nantinya hama tikus akan hilang.
“Pernah dulu di tahun 1980-an kami pernah mengalami gagal panen selama 14 tahun, ya karena hama tikus ini. Maka dari itu, kami akan tetap menanam padi ini secara terus menerus meski hama tikus menyerang,” ungkapnya.
Upaya Dispertanikap Kabupaten Semarang
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang, Moh. Edy Sukarno, menjelaskan bahwa serangan hama tikus telah meluas di beberapa kecamatan, termasuk sekitar Danau Rawa Pening, Tuntang, Bawen, Ambarawa, dan Banyubiru.
“Sampai sekarang ini kami masih terus mendata sawah-sawah yang terserang hama tikus. Sementara ini perkiraan, total puluhan hektare sawah di lima kecamatan itu terdampak,” kata Edy.
Edy menyebutkan bahwa salah satu penyebab meningkatnya jumlah hama tikus adalah rusaknya ekosistem, terutama berkurangnya jumlah ular sebagai predator alami tikus. Selain itu, kurangnya pola tanam serempak antar petani juga memperburuk situasi ini.
“Selain itu, kurangnya gerakan pola tanam serempak di seluruh wilayah juga berimbas pada meningkatnya rasio kerusakan sawah, akibat serangan tikus,” imbuhnya.
Dispertanikap Kabupaten Semarang berencana untuk mengumpulkan kelompok tani guna menyusun strategi bersama dalam mengatasi masalah hama tikus.
“Kami akan melakukan pertemuan dengan para kelompok tani agar semuanya serempak dan kompak baik dalam pola tanam maupun pengendalian tikus,” pungkasnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)