KUDUS, Lingkarjateng.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus telah melimpahkan berkas perkara kasus dugaan korupsi proyek pembangunan sentra industri hasil tembakau (SIHT) pada paket pekerjaan tanah uruk di Kabupaten Kudus ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.
“Pelimpahan kami lakukan melalui sistem elektronik pada Kamis (10 April 2025) malam ke Pengadilan Tipikor Semarang,” ujar Kepala Kejari Kudus Henriyadi, W. Putro, di Kudus pada Minggu, 13 April 2025.
Adapun pelimpahan berkas kasus dugaan korupsi proyek pembangunan SIHT Kudus secara fisik ke Pengadilan Tipikor dilakukan pada Jumat, 11 April 2025.
Untuk sementara ini, terdakwa kasus dugaan korupsi proyek SIHT masih dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Kudus.
Dalam rangka menghadapi persidangannya nanti, Kejari Kudus menyiapkan lima jaksa penuntut umum (JPU).
Adapun jadwal persidangan di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang hingga Minggu, 13 April 2025, masih belum terlihat.
Tersangka yang terjerat dalam kasus dugaan korupsi pembangunan SIHT tersebut, yakni Rini Kartika Hadi Ahmawati (RKHA) selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja Perindustrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kudus serta Sukristianto merupakan pemborong pekerjaan.
Dua tersangka lain bernama Henny S. selaku konsultan perencana dan Adi P. sebagai pelaksana kegiatan.
Kronologis pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut berawal ketika dalam pelaksanaan pembangunan SIHT 2023 terhadap paket pekerjaan tanah padas (tanah uruk) yang memiliki volume 43.223 meter persegi pada Kantor Dinas Tenaga Kerja, Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah terdapat dugaan tindak pidana korupsi.
Paket kegiatan tersebut melalui mekanisme katalog elektronik (e-katalog) dengan pemenang yang melakukan kontrak sebesar Rp9,16 miliar dengan harga satuan Rp 212.000.
Dalam proyek tersebut, pihak ketiga CV Karya Nadika yang mendapatkan pekerjaan dalam penyelesaiannya memborongkan kepada pihak lain, yakni berinisial SK dengan nilai proyek sebesar Rp 4,04 miliar atau dengan harga satuan Rp 93.500.
Selanjutnya, SK menyerahkan pekerjaan tersebut kepada AK dengan nilai proyek sebesar Rp 3,11 miliar dengan harga satuan tanah uruk Rp 72.000.
Atas penyelesaian pekerjaan tersebut, ditemukan dugaan kerugian negara. Nilai kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sekitar Rp 5,25 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Lingkar Network | Anta – Lingkarjateng.id)