Di tengah derap perkembangan teknologi, akurasi pengukuran menjadi kunci keberhasilan di hampir semua bidang. Namun, bagaimana kita memastikan alat ukur yang digunakan benar-benar andal? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita bahas lebih lanjut.
“Kalibrasi sering dianggap sebagai ritual administratif belaka. Padahal, ini adalah jantung dari sistem pengukuran modern,” kalibrasi tidak hanya tentang angka, tetapi juga tentang kepercayaan. “Bayangkan jika tensimeter di rumah sakit tidak akurat. Bisa-bisa diagnosa hipertensi menjadi salah, dan itu berisiko pada nyawa pasien,”
Apa Itu Kalibrasi?
kalibrasi adalah proses membandingkan hasil pengukuran suatu alat dengan standar acuan yang telah diverifikasi secara hierarkis hingga ke standar internasional. “Misalnya, ketika kita mengkalibrasi termometer, kita tak hanya memastikannya menunjukkan 100°C saat air mendidih, tetapi juga memverifikasi bahwa standar yang kita gunakan terhubung ke laboratorium metrologi nasional,”.
Proses in terdiri dari dua tahap utama. Pertama, verifikasi, di mana teknisi menguji alat dalam kondisi terkontrol untuk melihat seberapa jauh penyimpangannya dari nilai sebenarnya. Kedua, penyesuaian, di mana komponen internal alat dimodifikasi jika ditemukan ketidakakurasan. Tidak semua alat bisa disesuaikan. Ada kalanya kita hanya mencatat deviasinya dan merekomendasikan alat tersebut untuk tidak digunakan lagi.
Mengapa Kalibrasi Penting?
Ketika kita membahas tentang urgensi kalibrasi, kita beri contoh sebuah pabrik makanan dapat mengalami kerugian miliaran rupiah karena produk kemasannya terus ditolak BPOM. Setelah investigasi, penyebabnya adalah alat pengukur suhu di mesin sterilisasi yang tidak dikalibrasi selama 3 tahun. Alat itu menunjukkan suhu 121°C, padahal sebenarnya hanya 115°C. Akibatnya, bakteri tidak mati, dan produk terkontaminasi.
Dari contoh tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kalibrasi bukan hanya tentang kepatuhan regulasi, tetapi juga pencegahan risiko bisnis dan keselamatan. Contoh lain yaitu di industri energi, kesalahan kalibrasi sensor tekanan bisa memicu kebocoran gas. di laboratorium kimia, timbangan yang tidak akurat bisa merusak formula obat.
Bagaimana Kalibrasi Dilakukan?
Proses kalibrasi dimulai dengan pemilihan standar acuan yang memiliki akurasi 4–10 kali lebih tinggi dari alat yang diuji. “Standar ini harus memiliki sertifikat traceability, artinya bisa dilacak hingga ke lembaga metrologi nasional atau internasional,” jelasnya.
Selanjutnya, alat dan standar ditempatkan di lingkungan yang stabil. “Suhu ruang kalibrasi biasanya dipertahankan di 20–25°C dengan kelembapan 40–60%. Getaran atau fluktuasi suhu bisa mengganggu hasil,” tambahnya. Setelah pengukuran, teknisi menghitung ketidakpastian pengukuran—sebuah parameter yang menggambarkan rentang kesalahan yang mungkin terjadi.
Contohnya, jika timbangan menunjukkan 1 kg dengan ketidakpastian ±2 gram, artinya berat sebenarnya berada di antara 998–1002 gram. Jika deviasinya di luar batas toleransi, alat harus disesuaikan atau dinyatakan failed atau tidak valid dalam mengukur.
Kendala Yang Sering Dihadapi Saat Kalibrasi
Meski krusial, tidak semua stackholder menyadari pentingya kalibrasi, diantaranya masih banyak UMKM yang menganggap kalibrasi mahal dan ribet. Padahal, jika dibandingkan dengan biaya recall produk jauh lebih besar.
Tantangan lain adalah perkembangan teknologi sensor digital. Alat modern seperti IoT sensor seringkali memiliki algoritma autokalibrasi. Tapi, ini bukan pengganti kalibrasi manual. Justru, kita perlu memastikan algoritma itu sendiri bekerja dengan benar.
Selain itu, kurangnya tenaga ahli kalibrasi bersertifikat juga menjadi masalah. Di Indonesia, tidak banyak lembaga yang memiliki fasilitas kalibrasi untuk parameter kompleks seperti radiasi atau frekuensi tinggi. (LINGKAR NETWORK)