JEPARA, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara meminta kepada segenap pihak terkait untuk bekerja keras dalam menangani persoalan anak tidak sekolah (ATS) yang ada di kabupaten setempat.
Dalam hal ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jepara Edy Sujatmiko saat mewakili Penjabat (Pj) Bupati Jepara Edy Supriyanta mengungkap bahwa faktor ekonomi bukan menjadi persoalan berat untuk mengembalikan anak tidak sekolah ke lembaga pendidikan.
Menurutnya, kemalasan anak justru menjadi persoalan berat dalam menyelesaikan masalah ATS di Kabupaten Jepara.
“Kalau masalah ekonomi, kita bisa carikan bantuan dari Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) atau perusahaan, itu sudah teratasi. Tapi kalau anaknya yang malas, itu yang berat,” kata Edy saat rapat koordinasi penanganan ATS di Jepara pada Senin, 24 Juni 2024.
Ia minta kepada pihak terkait untuk lebih bekerja keras dalam memberikan motivasi kepada segenap ATS agar mau kembali ke sekolah.
Tak hanya itu, ia juga menekankan kepada segenap petinggi dan lurah se-Kabupaten Jepara untuk ikut berperan dalam menekan angka ATS di Jepara yang saat ini sekitar 6.432 anak. Angka tersebut muncul berdasarkan verifikasi dan validasi (verval) oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Jepara.
“Untuk para camat agar bisa mengkoordinir pengembalian ATS ke sekolah, baik dengan penganggaran APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) maupun dukungan organisasi nonpemerintah,” tambahnya.
Keberhasilan Kabupaten Jepara dalam mengembalikan 647 ATS ke bangku pendidikan pada tahun 2022 serta 510 ATS pada tahun 2023 diharapkan bisa memotivasi keberhasilan yang lebih masif dan simultan pada tahun 2024 ini.
Ia menyebutkan jumlah 6.432 ATS di Jepara saat ini merupakan angka yang baru. Pada 8 Mei 2024, Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Pusdatin Kemendikbud RI) merilis angka keberadaan 9.263 ATS di Kabupaten Jepara. Namun, setelah dilakukan verval oleh Disdukcapil berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tersisa 6.432 anak.
“Jumlah tersebut terdiri dari anak berusia 7 tahun sampai 18 tahun dan belum menikah,” imbuhnya.
Ia berharap kepada pihak terkait agar segera melakukan penyisiran ke rumah-rumah warga yang memiliki anak tidak sekolah, kemudian memasukkan datanya melalui aplikasi SIPBM (Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat) ATS.
“Lalu konfirmasi pengembaliannya ke sekolah formal maupun Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang dikoordinir oleh camat setempat,” ucapnya. (Lingkar Network | Muhammad Aminudin – Lingkarjateng.id)