Konflik Tambang Emas yang Libatkan Warga Salatiga akan Dilakukan Mediasi Ulang

Kapolres Salatiga AKBP Aryuni Novitasari. (Angga Rosa/Lingkarjateng.id)

Kapolres Salatiga AKBP Aryuni Novitasari. (Angga Rosa/Lingkarjateng.id)

SALATIGA, Lingkarjateng.id Konflik lahan tambang emas di Kampung Sawe Suma, Distrik Urunum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua yang melibatkan warga Papua dan investor asal Kota Salatiga, Nicholas Nyoto Prasetyo, akan dimediasi ulang.

Kapolres Salatiga AKBP Aryuni Novitasari mengatakan mediasi dilakukan agar konflik segera tuntas. Sebelumnya media yang seharusnya dilaksanakan di Polres Salatiga pada Rabu, 26 Juni 2024 gagal karena pihak investor absen.

“Lokasi permasalahan utama berada di Provinsi Papua. Meski demikian, kami inginnya masalah ini tidak berlarut-larut. Kami ingin semua aman, nyaman dan menjaga situasi di Kota Salatiga,” ujarnya. 

Polres Salatiga akan kembali mengatur jadwal mediasi karena pada dasarnya para pihak terlibat konflik lahan tambang emas dinilai membuka opsi penyelesaian dengan baik.

Sementara itu kuasa hukum Nicholas Nyoto Prasetyo selaku investor tambang emas, Mohammad Sofyan, mengatakan ketidakhadiran kline pada mediasi itu karena secara formil kliennya tidak ada hubungan hukum dengan pihak-pihak yang dimaksud untuk diajak mediasi tersebut. Sebab kliennya hanya sebagai investor bukan pelaksana pekerjaan tambang di Papua.

Sofyan menjelaskan, pelaksana pekerjaan penambangan emas di Kampung Sawe Suma, yaitu organisasi masyarakat Barisan Merah Putih Papua. Sehingga pihak-pihak itu, idealnya jika mau menuntut sesuatu dan lain-lain atau mediasi tepatnya dengan pelaksana pekerjaan bukan dengan investor.

“Tanpa mengurangi rasa hormat, klien kami tidak bisa memenuhi undangan klarifikasi dan mediasi sebagaimana dimaksud karena merasa tidak ada hubungan hukum. Selebihnya klien kami pada hari ini (kemarin) sudah terlanjur ada jadwal di luar kota yang jauh jauh hari sudah terjadwal,” katanya, Rabu, 26 Juni 2024.

Menurut Sofyan, kronologis konflik lahan tambang emas ini bermula dari kliennya, Nicholas Nyoto Prasetyo, yang menanamkan modal untuk menambang emas di Papua. Nicholas ditawari salah satu organisasi masyarakat Barisan Merah Putih untuk menjadi pemodal penambangan emas di Papua. Nicholas tertarik menjadi investor setelah melakukan kajian administrasi lahan dan teknis.

“Setelah proses berjalan, tiba-tiba beberapa hari lalu klien kami didatangi puluhan orang yang mengaku kerabat pemilik lahan. Dalam pertemuan tersebut, klien kami dimintai dana kompensasi atas kerusakan lahan yang nilainya antara Rp 8 miliar hingga Rp 10 miliar. Jelas klien kami menolak karena penambangan belum dimulai dan klien kami hanya sebagai investor bukan pelaksana,” bebernya pada Jumat, 21 Juni 2024.

Nicholas selaku investor pun mempersilakan pihak yang mengaku kerabat pemilik lahan untuk mengajukan gugatan jika dianggap melakukan pelanggaran hukum.

“Tetapi opsi yang ditawarkan klien kami tidak digubris. Klien kami malah mendapat intimidasi dan mendapat perlakuan kasar. Atas dasar itu, klien kami minta perlindungan kepada Polres Salatiga,” ucapnya. 

Sementara itu Al Ghozali yang juga selaku kuasa hukum investor menambahkan, proyek tambang emas tersebut belum dimulai.

“Ormas Merah Putih melakukan kesepakatan dengan masyarakat adat setempat. Ormas tersebut sudah memiliki kesepakatan tertulis. Kemudian klien kami mau berinvestasi,” terangnya.

Setelah melakukan persiapan pertambangan itu muncul gejolak dari warga adat setempat yang meminta kompensasi atas kerusakan hutan adat. Namun sebenarnya hal itu menjadi tanggung jawab dari pelaksana lapangan, yakni Ormas Barisan Merah Putih.

“Klien kami hanya sebagai investor jadi alasan mereka ngejar sampai di Salatiga salah alamat,” tegasnya. (Lingkar Network | Angga Rosa – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version