SEMARANG, Lingkarjateng.id – Batuan andesit menjadi sorotan setelah munculnya penolakan warga Desa Wadas, terhadap penambangan batu andesit untuk kebutuhan pembangunan bendungan Bener. Menyikapi hal tersebut, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) buka suara mengenai luas lahan dan faktor dipilihnya Desa Wadas, Kabupaten Purworejo.
Merujuk dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Desa Wadas sendiri memiliki wilayah seluas 4,06 kilometer (km) persegi pada 2021. Angka tersebut porsinya hanya sebesar 4,32 persen dari luas wilayah Kecamatan Bener yang mencapai 94,03 km persegi.
Sedangkan untuk jumlah penduduk, berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Desa Wadas berjumlah 1.519 jiwa pada 31 Desember 2021.
Merespons hal tersebut, Kepala ESDM Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan, dari area Wadas yang akan diambil mineralnya, hanya 54 hektar saja. Sedangkan 56 hektar sisanya sebagai tempat menimbun.
Soal Wadas, Dosen FISIP UNDIP Sayangkan Sikap Ganjar Pranowo
“Jadi yang ditambang (di Wadas) itu sebagian saja, tidak semua. Wadas itu kandungan andesitnya juga bagus untuk dieksplor. Ditambah tumbuhan, pertanian di sana tidak terlalu banyak, penduduknya juga. Terus juga dekat, kalau daerah lain, terlalu jauh dan bisa menambah beban biaya,” kata Sujarwanto.
Selain itu, lanjut Sujarwanto, batuan andesit juga tidak bisa mengandung air karena teksturnya yang keras. Ditambah daya permeabilitas (melepaskan fluida) dan porositasnya (kemampuan menyimpan) rendah.
“Makanya itu kalau ada hujan jadi tempat mengalir di sungai-sungai. Maka kalau ini (andesit) diambil justru air hujannya bisa mengalir lebih baik,” jelas dia.
Sedangkan mengenai dampak buruk terhadap kondisi air akibat adanya pertambangan, Sujarwanto tidak menampik hal tersebut. Namun, dia menyebutkan jika sumber mata air Wadas tidak berada di area yang akan ditambang.
Ganjar Pranowo Ingatkan Jangan Main-Main Soal Wadas
“Air memang bisa bermasalah (terdampak) juga sih. Tapi kan, mata air Wadas tidak di situ, tapi di sebelahnya. Kemudian dampak lainnya hanya pohon ditebang, dibongkar dan banyak debu, itu karena jadi proyek penambangan. Tapi ke depan itu bisa dilakukan reklamasi, penghijauan kembali,” ungkap dia.
Kendati demikian, Sujarwanto menyebut masyarakat tetap bisa mendapatkan dampak-dampak positif usai dilakukan penambangan, yakni dari segi ekonomi dan pemanfaatan kembali menjadi tempat wisata.
“Positifnya, setelah ditambang, ditata dengan baik, lahan yang tadinya susah dijangkau bisa mudah dijangkau. Bisa jadi produktif (lahannya). Kemanfaatan ekonomi, kalau saat ini diambil dan dimanfaatkan, ada ekonomi tumbuh juga. Misal orang bisa kerja dan punya penghasilan, menanam (dijadikan lahan), atau memanfaatkan lahan lebih produktif seperti ada yang menawarkan objek wisata. Seperti patung bali (Bukit Unggasan) garuda wisnu kencana. Di sana (Bukit Unggasan) kan, dulunya juga bekas penambangan,” imbuh dia. (Lingkar Network | Adhik Kurniawan – Koran Lingkar)