SEMARANG, Lingkarjateng.id – Kebutuhan untuk melakukan program keluarga berencana (KB) atau unmet need di Jawa Tengah masih minim dan cenderung mengalami penurunan. Tercatat, pencapaian KB pascapersalinan (KBPP) di Jateng baru 35,3 persen.
Dalam rangka meningkatkan KB pascapersalinan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah berupaya untuk mensosialisasikan program Keluarga Berencana (KB) kepada masyarakat. Namun kenyataan di lapangan masih banyak pasangan atau wanita usia subur yang belum menggunakan alat kontrasepsi.
Pengetahuan, sikap, dukungan suami dan keluarga, kegagalan KB sebelumnya, kualitas pelayanan dan sosial budaya disinyalir menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan KB tidak terpenuhi.
Materi tersebut disampaikan dalam workshop Strategi Penurunan Unmet Need dan Peningkatan KB Pasca Persalinan Tahun 2023 pada Selasa, 14 November 2023. Kegiatan workshop ini bertujuan untuk mengetahui performance unmet need dan pelayanan KB yang diberikan setelah persalinan sampai dengan kurun waktu 42 hari di setiap wilayah kabupaten/kota Se-Jawa Tengah serta menyusun strategi yang efektif dan bersinergi untuk dapat mengimplementasikan apa yang dapat di harapkan dan dilakukan kolaborasi yang solid di kabupaten/kota.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, mengatakan strategi dalam menangani minimnya unmet need di Jawa Tengah adalah dengan melakukan pendekatan ke klinik-klinik atau rumah sakit yang melayani proses kelahiran dengan mengharuskan menggunakan Program Keluarga Berencana Rumah Sakit (PKBRS).
“Siapa saja yang melahirkan harus selalu menawarkan memakai kontrasepsi supaya jarak anak pertama dengan yang kedua misalnya tidak terlalu dekat, karena kalau terlalu dekat akhirnya stunting dan menimbulkan kehamilan yang tidak dikehendaki. Itulah menurut saya pembangunan manusia yang sesungguhnya perlu kita terjemahkan dalam bentuk yang detail dan benar-benar konkret karena kalau kita hanya berkoar-koar “marilah kita tingkatkan sumber daya manusia” terus gimana yang meningkatkan?” ujar Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo.
Hasto menyebutkan, masyarakat yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) masih minim dan tidak lebih dari 30 persen. Sedangkan pemakai metode kontrasepsi jangka pendek jumlahnya di angka 70 persen.
“Maka dari itu sebetulnya, mereka yang umurnya sudah lebih dari 35 tahun dan punya anak dua atau tiga yang harusnya menjadi sasaran MKJP, biar tidak bolak balik setiap bulan suntik setiap bulan kontrol ke puskesmas. Oleh karena itu BKKBN membuat susuk yang satu batang. Dulu ada 6 batang terus kita tinggalkan sampai sekarang sama-sama satu batang dan BKKBN juga membuat alat kontrasepsi susuk termasuk di dalamnya ada juga spiral yang bisa di pakai langsung begitu melahirkan,” jelasnya.
Sementara itu Ketua Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Tengah, Sumarsih, menyampaikan bahwa untuk menyukseskan program ini pihaknya terus mendorong peningkatan sumber daya manusia bidan dalam melayani pasien-pasien.
“Bidan sendiri mempunyai program “bidan delima” yaitu memberikan pelayanan yang berkualitas, dengan memberikan pelayanan berkualitas ini dampaknya nanti untuk ibu yang hamil dan melahirkan. Ibu yang baru melahirkan juga di minta untuk mengikuti keluarga berencana karena kalau sudah pulang sudah lupa. Intinya selepas melahirkan itu diminta untuk langsung mengikuti KB,” terang Sumarsih. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Koran Lingkar)






























