Lingkarjateng.id – Di perkampungan, lumrah bagi warga menyelenggarakan pesta pernikahan, hajatan sunatan atau pesta lainnya dengan menyewa orkes tunggal. Namun hal biasa tersebut bagi kalangan tertentu bisa dianggap mengganggu, apalagi ketika acaranya digelar hingga malam hari.
Seperti video viral di Tiktok yang diunggah oleh seorang wanita dengan akun @Xhabi.alonso pada Sabtu, 28 Mei 2022 lalu. Dalam video tersebut ia mengatakan merasa terganggu dengan suara musik dangdut dari tetangga yang sedang menggelar hajatan. Ia menyebutkan tidak semua orang mau dan merasa nyaman mendengar suara tersebut, apalagi saat itu sudah malam hari.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Persatuan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Semarang, Yosep Parera melalui akun Tiktok Rumah Pancasila membenarkan bahwa dalam KUHP pasal 503 mereka yang membuat kegaduhan pada malam hari terlebih sudah masuk waktu tidur maka bisa dipidana selama tiga hari.
Apakah menggelar pesta hajatan dengan orkes tunggal berarti tidak memberikan toleransi kepada warga yang lain?
Yosep mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali melihat arti toleransi yang sebenarnya. Ia menekankan bahwa toleransi sebenarnya adalah cara untuk menghargai perbedaan.
Di masyarakat terdiri dari mereka yang ada di kalangan paling bawah, kalangan menengah, dan kalangan atas. Bagi kalangan menengah dan atas memungkinkan mereka untuk menggelar pesta di gedung mewah sehingga tidak mengganggu tetangga. Tapi, mereka yang ada di kalangan bawah juga berhak untuk berpesta di rumah menikmati musik-musik sederhana tapi membuat nyaman dalam satu hari.
“Kita yang berada di lingkungan itu justru yang diberikan kewajiban untuk mentoleransi dan menyadari perbedaan ini. Kita yang merasa terganggu untuk tidak bisa bekerja di rumah maka kitalah yang keluar untuk mencari tempat yang sepi,” ujarnya.
Memberikan ruang bagi warga lain, lanjut Yosep, adalah cara bersyukur kepada Tuhan. Yaitu dengan menghargai tetangga. Sebab masyarakat kalangan bawah pun juga ingin menggelar hajatan di hotel mewah jika ia kaya raya.
“Makanya jangan lupa buka mata, buka telinga, dan buka hati sehingga kita sadar bagaimana menghargai namanya perbedaan toleransi di rumah Indonesia karena itu adalah perintah Pancasila,” tutupnya. (Lingkar Network | Lingkarjateng.id)