SEMARANG, Lingkarjateng.id – Legal Resource Centre untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) mencatat, jumlah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa perempuan di Jawa Tengah mencapai 93 korban. Jumlah tersebut meningkat dibanding akhir tahun 2022 yang mencapai 88 korban kekerasan terhadap perempuan.
Kepala Operasional LRC-KJHAM Jawa Tengah, Witi Muntari, mengungkapkan bahwa dari jumlah korban kekerasan yang tercatat, paling banyak korban kekerasan didominasi dari wilayah Kota Semarang.
“Dari jumlah yang tercatat, paling tinggi korban kekerasan ada di Kota Semarang,” ungkapnya pada Kamis, 9 Maret 2023.
Pihaknya mengungkapkan, banyak faktor yang menjadikan suami melakukan tindak kekerasan terhadap istri. Salah satunya karena faktor ekonomi dan perselingkuhan.
“Banyak hal yang mempengaruhi suami melakukan kekerasan. Misalnya karena ekonomi, perselingkuhan juga ada,” terangnya.
Angka Perceraian di Kendal Tinggi, 215 Perkara Dipicu Perselisihan Rumah Tangga
Menanggapi banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan itu, ia menyebut bahwa Indonesia telah meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Pada tahun 2004, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bersama Pemerintah Pusat telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
“Apabila dihitung, Indonesia telah memiliki Undang-Undang (UU) tersebut selama 19 tahun. Proses panjang yang harus ditempuh oleh perempuan demi mendapatkan perlindungan,” jelasnya.
Adanya jaminan perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dinilai belum cukup mampu memberikan pengetahuan hukum kepada masyarakat, bahwa pelaku kekerasan dalam rumah tangga bisa mendapatkan sanksi secara hukum.
“Faktanya sampai saat ini masih terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga,” tandasnya. (Lingkar Network | Adimungkas – Koran Lingkar)