GROBOGAN, Lingkarjateng.id – Warga Desa Gubug, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan baru-baru ini menggelar pentas wayang potehi di Klenteng Hok An Bio Gubug untuk menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Republik Indonesia (RI). Pentas wayang tidak hanya disaksikan oleh warga etsnis Tionghoa, namun juga dari masyarakat lintas agama.
Ketua panitia kegiatan, Sintono menyampaikan bahwa pentas wayang potehi diselenggarakan dalam rangka menyambut hari kemerdekaan Indonesia dan melestarikan wayang potehi, yang merupakan budaya khas Tionghoa agar tidak punah.
Acara tersebut juga sekaligus menjadi perekat untuk menjaga kerukunan umat beragama. Hal ini terlihat dari banyaknya warga dari berbagai lintas agama seperti Islam,Kristen, Hindu dan Budha yang hadir menikmati pentas seni tersebut.
“Kegiatan pentas wayang potehi ini dilaksanakan untuk menyambut HUT ke-77 RI, sekaligus untuk melestarikan wayang potehi sebagai budaya Tionghoa agar tidak punah,” tutur Sutiono.
Panitia sengaja mengadakan pentas di halaman kelenteng Hok An Bio, karena kelenteng tersebut merupakan ikon kampung Bhineka di Kecamatan Gubug.
“Kegiatan pentas wayang potehi sengaja dilakukan di Klenteng Hok An Bio Gubug karena Kelenteng ini sebagai ikon Kampung Bhineka. Yang hadir ada umat Islam, Kristen, Hindu, dan Budhaturut menyaksikan pentas wayang potehi.”
Sementara itu sesepuh Klenteng Hok An Bio Gubug, Adwi Santoso menjelaskan pentas diawali dengan berdoa bersama secara Islam diikuti oleh umat lintas agama lain yang hadir untuk keselamatan bangsa dan negara.
“Kita berdoa agar bangsa ini diberi keselamatan dan terhindar dari mara bahaya,” ujarnya.
Wayang potehi merupakan budaya Tionghoa yang muncul pada abad 1600 Masehi. Menurut Kong Hai, selaku Perwakilan Litbang Tempat Ibadah Tridharma Jawa Tengah yang turut hadir dalam pentas wayang Potehi tersebut mengatakan, cerita munculnya wayang potehi bermula saat seorang pelajar selalu gagal dalam belajar. Hingga kemudian pelajar tersebut menggunakan media wayang sebagai kritikan terhadap dunia pendidikan
“Sejarah wayang potehi berawal dari cerita seorang pelajar yang gagal terus dalam mengikuti ujian. Untuk menyampaikan kritik kepada dunia pendidikan, pelajar tersebut membuat wayang (saat itu boneka) yang dikenal sebagai wayang potehi,” terangnya.
Ia menambahkan, pentas wayang potehi tersebut mengambil lakon Kera Sakti Mencari Kitab Suci. Lakon Kera Sakti diambil karena cerita tersebut sudah populer di masyarakat khususnya warga Tionghoa. (Lingkar Network | Muhamad Ansori – Koran Lingkar)