Musim Panen, Harga Gabah di Grobogan Tetap Stabil

Musim Panen Harga Gabah di Grobogan Tetap Stabil

PROSES PANEN: Musim panen padi tiba, petani memisahkan gabah dari jerami, pada Minggu, 9 Juli 2023. (Eko Wicaksono/Lingkarjateng.id)

GROBOGAN, Lingkarjateng.id – Musim panen padi di sejumlah wilayah di Kabupaten Grobogan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pasalnya, harga padi yang dipanen cukup stabil dan tidak mengalami penurunan.

Petani asal Desa Penganten, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Syukron mengatakan bahwa, harga padi yang dipanen pada tahun ini sangat baik.

“Harga gabah kering itu berkisar Rp6.000 per kilo. Dan untuk harga tersebut, petani sudah mendapatkan untung, namun itu tergantung kondisi gabahnya. Ada yang lebih murah, tapi ya dikembalikan lagi ke petani serta pemborong,” kata Syukron, pada Minggu, 9 Juli 2023.

Dirinya menjelaskan, jika harga panen stabil, maka petani sudah mendapatkan untung di luar pengeluaran yang digunakan petani.

“Saya kurang tahu, kenapa untuk tahun ini harga gabah stabil. Meskipun di beberapa tempat ada yang gagal panen, tapi hal tersebut bisa dipengaruhi banyak faktor,” jelasnya.

Senada dengan Syukron, Abdur rokhim warga Desa Penganten Kecamatan Klambu mengatakan bahwa harga panen periode ini sangat stabil, bahkan lebih stabil dari tahun lalu.

“Tidak ada keluhan untuk harga gabahnya. Saya sudah bersyukur saat panen, harga sudah di atas Rp5.000,” ujarnya.

Stabilnya harga tersebut pun berpengaruh pada keuntungan yang didapatkan petani. Sebab, ia mengaku sudah bisa membayar semua biaya operasional dan sudah mendapatkan untung dari harga gabah yang dijualnya.

“Saya selalu menjual dengan sistem perkilo, bukan borongan. Jadi dari hal tersebut, transaksi yang saya lakukan lebih jelas. Untuk yang masih melakukan sistem tebasan (borongan, red) ya itu hak masing-masing,” tuturnya.

Pihaknya mengaku pernah menjual gabahnya seharga Rp3.500 per kilo. Dengan harga jual tersebut, ia menyebut cukup untuk menutup biaya operasional namun untuk sewa serta perawatan selama tiga bulan tidak mendapatkan apa-apa.

“Dulu pernah harga Rp3.500, harga segitu cukup untuk operasional, namun tenaga saya kayak tidak dibayar tiga bulan,” keluhnya. (Lingkar Network | Eko Wicaksono – Koran Lingkar)

Exit mobile version