SEMARANG, Lingkarjateng.id – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Kadarlusman sepakat dengan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang diusulkan oleh buruh. Menurutnya, buruh dalam menetapkan kajian kenaikan UMK tidak asal dan berdasarkan kajian sesuai harga pasar.
“Kalau dari buruh permintaanya mungkin wajar lah. Apapun mereka ini pejuang. Harapannya gaji sesuai dengan kebutuhan sekarang,” ujarnya pada Kamis, 17 November 2022.
Diketahui, buruh meminta kenaikan UMK di atas 10 persen. Namun, beredar kabar Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang hanya akan menaikkan UMK sekira 1-3 persen.
Sementara, pengumuman Upah Minimum Provinsi tahun 2023 bakal diumumkan pada 21 November mendatangkan. Sedangkan, UMK tahun 2023 bakal diumumkan pada 30 November mendatang.
Dalam penetapan UMK, Kemenaker kembali mengacu pada amanat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 dengan melibatkan beberapa variabel utama yakni, pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Sementara, pihak buruh menginginkan penetapan UMK berdasarkan pada PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Di mana formulasi kenaikan upah minimum berasal dari inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi.
“Buruh itu juga tidak ngawur, buruh itu juga melalui kajian harga yang ada di pasar, itukan harga pasar yang dikaji. Misalnya sabun, sikat gigi, itu di pasar, bukan di mall, gaji sebulan itu hanya cukup buat makan dan tidak cukup buat alat mandi,” terangnya
Terkait hal itu, dirinya meminta adanya mediasi soal penetapan kenaikan UMK di Kota Semarang.
“Hal ini nanti biar dimediasi untuk diambil tengah tengah nya. Semisal dari buruh terlalu tinggi, nanti kemampuan APBD Kota dan dari pemerintah pusat itu berapa. Nanti paling tidak, tidak terlalu jeglek selisihnya,” ujarnya
Sementara itu, Plt Walikota Semarang, Hevearita G Rahayu mengaku masih butuh komunikasi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) soal kenaikan UMK di Ibu Kota Jawa Tengah.
“Saya baru nanti mau ketemu pengusaha APINDO. Kalau dari serikat pekerja mintanya Rp 3,19 juta sekian. Itu ‘kan naiknya tinggi sekali,” katanya.
Pihaknya tidak ingin buru-buru dalam menetapkan UMK di Kota Semarang. Hal itu berdasar pengalaman saat mantan Wali Kota Semarang Hendi ketika mengajukan UMK tinggi, namun tidak disetujui oleh provinsi.
“Ini kita lagi mencoba untuk menyatukan dan kita ajukan ke Pak Gubernur,” ujarnya. (Lingkar Network | Adimungkas – Koran Lingkar)