Kemarau Kering, DKP Pati Prediksi Produksi Garam bakal Melimpah

PANEN: Petani memanen garam di Desa Bunder, Pademawu, Pamekasan, Jawa Timur. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

PANEN: Petani memanen garam di Desa Bunder, Pademawu, Pamekasan, Jawa Timur. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id – Kemarau kering pada tahun 2023 diprediksi akan berpengaruh pada peningkatan produksi garam di Kabupaten Pati. Bahkan baru diawal musim kemarau terpantau sudah ada sebagian petambak yang  bersiap untuk produksi garam.

“Memasuki kemarau, berarti kita sudah memasuki musim garam. Para petani di Pati sudah mulai produksi, walau masih turun hujan beberapa kali,” jelas Kepala seksi Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) Dinas Kelautan dan Perikanan Pati, Ari Wibowo, ketika ditemui di kantornya pada Kamis, 8 Juni 2023.

Salah satu daerah yang sudah mulai memproduksi garam yakni di sepanjang pesisir Kecamatan Batangan. Hal ini terlihat dari para petani yang mulai menata lahan untuk persiapan produksi garam.

“Pemantauan kami hampir semua desa (produsen garam) sudah memproduksi walau belum maksimal. Untuk di wilayah timur, area Kecamatan Batangan sudah 70 persen yang baru proses penataan lahan dan ada yang produksi,” terangnya.

Dirinya optimistis produksi garam tahun ini melimpah, tidak seperti tahun lalu yang tidak maksimal karena dampak musim hujan yang lebih panjang dan kemarau basah.

“Karena kemarin dua tahun, kalau kondisi yang menjadi perhatian kita dengan kondisi musim hujan panjang. Kemudian musim kemarau tahun lalu kemarau basah, jadi produksi tidak maksimal,” tuturnya.

Jika dibandingkan tahun lalu, produksi garam hanya sedikit dan tidak maksimal bahkan stok di gudang petani garam tidak banyak banyak terisi. Akibatnya harga garam pun ikut naik.

“Itulah yang membuat kecenderungan harga sangat tinggi, karena memang keterbatasan stok. Kalau data kami harga saat ini antara 4000-4500 rupiah,” imbuhnya.

Bahkan, akibat kondisi cuaca yang tak mendukung sejumlah petani memilih menurunkan kualitas garam karena ingin produksinya cepat terjual.

“Kualitas beberapa agak kurang, karena maksimal panen yang seharusnya tujuh hari banyak yang sudah panen ketika melihat sudah ada kristalnya. Itu yang membuat harga garam kurang maksimal, karena sekarang pembeli juga melihat kualitas,” tandasnya. (Lingkar Network | Khairul Mishbah – Koran Lingkar)

Exit mobile version