REMBANG, Lingkarjateng.id – Imbas kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) masih dirasakan oleh para nelayan kecil di Kabupaten Rembang. Keuntungan dari hasil melaut kian menipis karena harus dipotong biaya operasional untuk membeli solar yang mengalami kenaikan harga sepekan ini.
Mariyono, nelayan asal Desa Tajungsari, Kecamatan Rembang, mengaku keuntungan yang ia dapat dari hasil melaut sangat minim per harinya. Menurutnya kondisi ini terjadi lantaran naiknya harga BBM tidak diimbangi dengan kenaikan harga ikan hasil tangkapan nelayan.
“Naiknya harga solar sangat terasa. Pendapatan semakin berkurang, tapi harus tetap melaut meski hasil tangkapan (ikan) juga lagi sepi,” kata dia.
Bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dirinya terpaksa mencari kerja sampingan dengan menjadi kuli bongkar ikan ketika ada kapal cantrang yang bersandar di pelabuhan. Dia berharap kondisi seperti ini dapat segera berlalu dan ada kenaikan harga ikan tangkapan nelayan.
“Kalau tidak miyang (melaut) biasanya saya ikut bongkar (ikan) kapal cantrang yang besar. Mudah-mudahan harga ikan bisa segera naik.”
Bagi nelayan kecil, biasanya ketika melaut mendapatkan tangkapan ikan bilis dan ikan pengkah. Untuk ikan bilis biasanya dijual dengan harga Rp4.500 per kilogram sedangkan ikan pengkah Rp8.000 per kilogram.
“Harapanya, ya, naik seribu saja tidak apa-apa, misal Rp8.000 ribu jadi Rp9.000 dan Rp4.500 jadi Rp5.500 ‘kan lumayan itu,” ucapnya.
Saat musim tertentu, lanjut dia, sekali melaut bisa mendapat hasil tangkapan ikan sebanyak 25-50 kilogram. Namun tak jarang dirinya juga tidak mendapat ikan sama sekali dan pulang dengan tangan kosong.
“Tergantung musimnya, kalau lagi sepi pas menebar jarring, ya, tidak dapat apa-apa. Rugi solar sama rugi (bekal) hariannya,” ujarnya.
Kondisi senada juga dirasakan Tri Widodo. Ia mengatakan karena kenaikan harga BBM dan harga jual ikan tak seberapa membuat rekan-rekan nelayan memutuskan tidak melaut sebab biaya operasional tidak sebanding dengan keuntungan hasil tangkapan.
“Kalau saya kadang-kadang saja melautnya. Kadang dua hari sekali, kadang tiga hari sekali. Soalnya harga BBM (solar) naik,” ungkapnya.
Selain itu, subsidi BBM dari pemerintah untuk nelayan kecil juga belum didapatkan. Hal itu semakin mempersulit kondisinya yang hanya mengandalkan keuntungan menjual hasil tangkapan dari laut untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
“Kalau hasil tangkapan (ikan) tidak mumpuni, ya, pasti tekor,” pungkasnya. (Lingkar Network | R Teguh Wibowo – Koran Lingkar)