Imbas Buang Limbah Tapioka ke Sungai, DLH Pati Ancam Tak Proses Pembaruan Izin Usaha

LIMBAH INDUSTRI: Kondisi sungai yang berada di Desa Ngemplak Kidul, Kecamatan Margoyoso, Pati yang tercemar akibat menjadi tempat pembuangan limbah tapioka. (Setyo Nugroho/Lingkarjateng.id)

LIMBAH INDUSTRI: Kondisi sungai yang berada di Desa Ngemplak Kidul, Kecamatan Margoyoso, Pati yang tercemar akibat menjadi tempat pembuangan limbah tapioka. (Setyo Nugroho/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id – Beberapa waktu yang lalu Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Sukarno, menyoroti sungai di Pati Utara yang tercemar limbah industri. Salah satunya yakni limbah industri tapioka.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pati Tulus Budihardjo mengaku sudah melakukan tindakan preventif. Pihaknya juga  sudah melakukan upaya pencegahan terhadap industri tepung tapioka yang membuang limbahnya secara sembarangan.

Salah satu upaya yang dimaksdud Tulus adalah tidak memproses pembaruan izin usaha produksi tepung tapioka bagi mereka yang tidak melakukan pengelolaan limbah sesuai prosedur.

“Kita pastikan dari preventif kami tekankan, ke depan kita tidak akan memproses perizinan terkait dengan tapioka yang tidak mempunyai pengolahan limbah, mempunyai bak pengendapan, hanya dibuang langsung saja, itu yang bisa kami lakukan,” ucapnya, pada Sabtu, 22 Juli 2023.

DLH Pati Akui Sulit Atasi Limbah Pabrik Tapioka di Margoyoso

Pihaknya menambahkan, DLH Pati juga sudah melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha produksi tepung tapioka agar melakukan pengelolaan limbah sebelum dibuang ke sungai.

“Istilahnya kami menyuarakan dengan teman-teman. Kalau sampai mengatasi teknis masalah di sungai ‘kan masalah biaya, harus melibatkan banyak sektor juga ‘kan,” imbuhnya.

Disamping itu, lanjut Tulus, para pelaku industri diminta untuk menyediakan tempat penampungan limbah sebelum dibuang ke sungai. Hal tersebut penting dilakukan, agar limbah tepung tapioka tidak mencemari dan merusak ekosistem yang ada di sungai.

“Kalau mereka tidak melakukan pengolahan limbah di sana, paling tidak mereka menyediakan bak-bak pengendapan. Limbah tapioka yang paling dominan ‘kan endapan Total Suspended Solids (TSS) kalau di ilmu lingkungan. Sehingga memang waktu butuh waktu untuk secara maksimal baru di buang ke air sungai,”pungkasnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Koran Lingkar)

Exit mobile version