SEMARANG, Lingkarjateng.id – Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) Jawa Tengah meminta solusi kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) lantaran harga kedelai yang semakin mahal.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Puskopti Jateng, Rifa’i, saat melakukan audiensi dengan Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jateng di ruang rapat Komisi B Lantai 3 Gedung DPRD Jateng pada Selasa, 4 Oktober 2022. Kedatangan mereka diterima oleh Sekretaris Komisi B DPRD Jateng, Muhammad Ngainirrichadl, beserta anggota DPRD lainnya.
“Saya yang mewakili Puskopti berharap agar ke depan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bisa memfasilitasi stok pangan dan kebijakan di daerah, untuk mendukung kami terkait stabilitas harga dan pasokan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe. Karena kalau produksi kami lancar, mudah-mudahan bisa melakukan inovasi karena tahu dan tempe itu sudah dikenal oleh masyarakat dunia, bukan lagi makanan murahan,” ucapnya.
Menurut Rifa’i, harga kedelai saat ini kenaikannya sudah di atas ambang batas semenjak terhentinya subsidi pada Juli lalu.
“Agustus itu sudah mulai merangkak (harga) kedelai, seratus, dua ratus sampai akhirnya di tingkat eceran itu di Rp13.000-an dan ini sungguh sangat memberatkan untuk para UKM tahu tempe utamanya anggota Primkopti yang notabene juga binaan-binaan kita. Di lapangan itu yang menjadi permasalahan adalah ketika harga kedelai naik, mereka tidak sertamerta bisa menaikkan harga jualnya, karena konsumen belum tentu mau,” ungkapnya.
Sebelumnya, Puskopti Jateng juga telah meminta Gakoptindo untuk memperjuangkan terkait kebijakan pemerintah untuk menekan naiknya harga kedelai.
“Ini yang menjadi persoalan kenapa kita meminta kepada pemerintah, jadi kemarin tanggal 24 Agustus itu kita meminta kepada induk kita di Gakoptindo untuk memperjuangkan yang pertama terkait dengan kebijakan pemerintah untuk segera meredam kenaikan harga ini,” lanjutnya.
Melalui audiensi tersebut, pihaknya mengimbau dan memohon kepada dinas terkait maupun perwakilan dari DPRD utamanya komisi B untuk menyampaikan aspirasinya.
“Jadi tuntutan kami yang pertama tadi terkait dengan upaya untuk mengerem gejolak harga. Kedua, untuk secepatnya dilakukan subsidi kembali dengan besaran yang ideal, menurut kami adalah Rp2.000 bukan kemarin itu Rp1.000 per kilo kalau Rp1.000 pertimbangannya itu ‘kan harga maksimal di Rp12.000, sekarang harganya sudah Rp13.000,” bebernya.
Pihaknya berharap, pemerintah daerah bisa difasilitasi oleh komisi B dan instansi terkait serta Dekopinwil agar membantu memperjuangkan aspirasi yang disampaikan.
“Paling nggak nanti bisa membantu kami juga di daerah untuk mempersiapkan aturan-aturan yang mendukung UKM-UKM yang ada di Jawa Tengah, utamanya tahu tempe dan UKM yang lainnya. Hal itu agar tidak terpengaruh dengan kondisi harga dan tidak dipermainkan oleh para pelaku kedelai yang lain,” imbuhnya.
Menanggapi audiensi tersebut, Sekretaris Komisi B DPRD Jateng, M Ngainirrichadl menuturkan, terkait mahalnya bahan baku tempe itu sebenarnya pemerintah sudah ingin melanjutkan subsidi kedelai Rp1.000 per kilogram. Subsidi yang dimulai September itu baru terserap 10 persen, dari 800 ribu ton yang dialokasikan baru terserap sekitar 80 ribu ton sehingga masih ada 90 persen yang belum terserap.
“Itu artinya mereka berharap sisa yang 90 persen itu pemerintah melanjutkan dari pemberian subsidi Rp1.000 per kilogram untuk memudahkan bahan baku,” ucapnya.
Kemudian, untuk mengatasi persoalan tersebut pemerintah telah memikirkan solusi jangka pendek berupa subsidi. Sedangkan untuk jangka menengahnya, pemerintah berupaya bagaimana swasembada kedelai di Indonesia bisa digalakkan dan direalisasikan.
“Kementerian pertanian telah merencanakan tahun 2026 Indonesia swasembada kedelai, sehingga tidak lagi impor. Nah, ini juga harus ditangkap oleh para petani dan pengrajin. Untuk mempersiapkan sampai tahun 2026 ini mereka juga mulai untuk menggunakan kedelai lokal dalam rangka memproduksi tahu dan tempe,” pungkasnya. (Lingkar Network | Mualim – Koran Lingkar)