SEMARANG, Lingkarjateng.id – Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng) yang membidangi pemerintahan berharap kebijakan menghapus tenaga honorer tahun depan dapat ditinjau ulang. Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Komisi A DPRD Jateng, Mohammad Saleh saat di ruang audiensi Komisi A DPRD Jateng, baru-baru ini.
Diketahui bahwa Kementerian PAN & RB telah menerbitkan surat edaran terkait penghapusan tenaga honorer. Yang mana di dalam surat tersebut disebutkan bahwa penghapusan tenaga honorer akan dilakukan pada 28 November 2023 mendatang. Aturan tersebut sebelumnya diteken oleh Menteri PAN & RB, Tjahjo Kumolo pada 31 Mei 2022 lalu.
“Intinya kita tahu bersama bahwa pemerintah berencana menghapus tenaga honorer ini pada 28 November 2023. Nah kami dari Komisi, beberapa waktu yang lalu juga sudah menanyakan hal ini kepada pemerintah,” terang Saleh.
Pihaknya mengaku akan menemui Menteri PAN & RB dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membicarakan putusan terkait tenaga honorer tersebut, agar bisa ditinjau ulang. Hal itu dilakukan untuk mensupport tenaga honorer yang ada di Jateng. Terlebih, perwakilan tenaga non-ASN ini telah melakukan audiensi dengan Komisi A DPRD Jateng.
“Untuk selanjutnya, kami dari DPRD akan ke MenPAN & RB dan Kemendagri, supaya kebijakan ini bisa ditinjau ulang,” ujar Saleh.
Ketua Komisi A DPRD Jateng juga mengatakan bahwa pihaknya akan mencarikan solusi terlebih dahulu untuk tenaga honorer.
“Pertama, jangan di-stop dulu tanggal 28 November 2023, sambil nanti itu diperpanjang kita cari solusinya seperti apa sehingga tenaga honorer ini bisa mendapat solusi,” ujarnya.
Lebih lanjut, pihaknya mengatakan jika dilihat dari data, ternyata memang bervariasi. Ada yang menjadi petugas pajak, distribusi pariwisata, dan sebagainya.
“Dan kita lihat bahwa banyak pendapatan kita itu ujung tombaknya adalah teman-teman kita ini, sehingga kita perlu untuk mensupport,” tegasnya.
Di Jawa Tengah sendiri, yang akan terkena imbas penghapusan non-ASN pada 28 November mendatang sekurangnya sebanyak 60 persen. Hal itu disampaikan oleh Ketua Satu Nada (Persatuan non-ASN Daerah) Jateng, Arif Muliyanto.
Menurutnya, sekitar 25 ribu tenaga non-ASN ini akan terkena imbas pemutusan kerja. Pasalnya, mereka tidak memiliki kesempatan bersaing dengan fresh graduate karena sudah lama bergelut di dunia kerja. Oleh karena itu, mekanisme Computer Assisted Test (CAT) bagi calon ASN dinilai sangat tidak adil bagi tenaga honorer ataupun non-ASN.
“Teman-teman non ASN ini rata-rata sudah kerja lama. Tentu berbeda dengan teman-teman yang baru lulus, yang masih fresh,” ungkap Arif.
Lebih lanjut, pihaknya mengajak rekan-rekannya sesama non-ASN untuk bergerak memperjuangkan nasib mereka. Mengingat Pemerintah sudah memberikan tenggat waktu penghapusan tenaga non-ASN hingga 28 November 2023.
“Kami mengajak seluruh teman-teman non-ASN untuk bergerak secara nasional dengan cara yang elegan, cantik dan bijak, karena kita ini bagian dari sistem,” ajaknya.
Sebagai bagian dari sistem birokrasi, ia menilai tidak mungkin rekan-rekan non-ASN ini diajak turun ke jalan untuk berdemo. Ia menilai, masih banyak cara yang lebih elegan dan cerdas untuk ditempuh, salah satunya dengan melakukan audiensi dengan pihak-pihak yang mampu memberikan solusi bagi nasib tenaga honorer selanjutnya.
“Salah satunya dengan beraudiensi dengan Komisi A yang ternyata punya pemikiran yang sama dengan kami dan siap mensupport perjuangan kami, dengan berkoordinasi dengan KemenPAN RB dan Kemendagri,” pungkasnya. (Lingkar Network | Wahyu Indriyati – Koran Lingkar)