KUDUS, Lingkarjateng.id – Sebanyak 50 warga RT 1 RW 4 Desa Tenggeles, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus melakukan aksi demo menolak alih fungsi gudang jagung menjadi pabrik penggiling/pengering jagung pada Senin, 3 Oktober 2022.
Massa aksi berkumpul dan melakukan orasi di depan gudang produksi yang terletak di Jalan Raya Kudus Pati Km 07 Tenggeles, Mejobo, Kudus.
Koordinator lapangan, Nurwito, menjelaskan bahwa sejak dua tahun terakhir warga RT 1 RW 4 Tenggeles mengeluhkan adanya gangguan dari kegiatan produksi yang dilakukan CV Rajawali Putri Muria (RPM).
Gangguan yang dimaksud ialah suara bising dari mesin pengering jagung dan debu dari penggilingan jagung yang memasuki area rumah. Polusi debu itu menyebabkan anak-anak yang tinggal di sekitar pabrik mengalami batuk dan gatal-gatal.
Oleh karena itu, warga menuntut CV RPM untuk mengembalikan aktivitas pabrik seperti sedia kala sebelum adanya mesin pengering yang menimbulkan limbah kulit ari jagung dan mengganggu warga.
“Sebenarnya gudang tersebut sudah ada sejak lama, namun warga masih bisa nyaman karena tidak terganggu dengan suara bising. Baru pada tahun 2021 menimbulkan suara yang mengganggu warga,” bebernya.
Lebih lanjut, terhitung sejak 11 Mei 2022, mesin pengering jagung dinilai menimbulkan dampak yang lebih besar kepada warga dibandingkan sebelum adanya mesin tersebut. Sehingga, bersama warga setempat, pihaknya mengharapkan solusi yang terbaik supaya gudang produksi tersebut dikembalikan fungsinya seperti semula, tanpa adanya aktivitas pengering.
Hal senada juga diungkapkan oleh Suharni (55). Ia mengaku rumahnya yang hanya berjarak 30 meter dari pabrik terdampak secara langsung akibat limbah air jagung.
“Mesinnya bising dan menimbulkan pencemaran debu kepada warga sekitar, apalagi anak-anak sampai batuk, pilek dan gatal-gatal juga,” ucapnya.
Menanggapi tuntutan demo warga, Penasihat Hukum CV RPM Deddy Gunawan mengungkapkan fakta yang berbeda. Dirinya menyampaikan bahwa gudang produksi yang berada di samping jalan tersebut sudah lama tidak dilakukan aktivitas mesin besar sebagaimana yang dimaksud pendemo.
Ia menuturkan, sesuai dengan kesepakatan bersama warga dan LSM, sejak tanggal 28 Juli 2022 gudang tersebut sudah tidak dioperasikan lagi. Menurutnya, CV RPM masih tetap beroperasional dengan tetap menjaga kesehatan dan kenyamanan warga sekitar.
Selain itu, operasional CV RPM disebutnya sudah mempunyai izin dari Dinas Pertanian bahwa izin tersebut untuk menunjang jasa pertanian dan pasca panen. Pihaknya menegaskan bahwa kegiatan di gudang tersebut tidak terdapat industri ataupun penggilingan.
“Kami tidak melanggar kesepakatan tanggal 28 Juli, dan gudang ini sudah tidak dioperasionalkan lagi. Kita tinggal menunggu kejelasan dari Dinas Perizinan, jika memang dikatakan industri kami mengganggu, kami bersedia membongkar,” terangnya.
Ia pun menambahkan, bahwa CV RPM sudah mempunyai SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan) dari Dinas Lingkungan Hidup sehingga legalitas perusahaan jelas. Bahkan, angka skalanya masih di bawah batas maksimal uji ambang batas ambien baku mutu udara dan suara.
“Kita cuma 56,8 padahal batasnya 70, kita masih di bawah,” jelasnya.
Pihaknya justru mempertanyakan demo tersebut, lantaran tidak semua warga melakukam aksi. Apalagi, perusahaan sudah beroperasi sejak lama tapi baru dipermasalahkan sekarang.
Pada demo tersebut, CV RPM juga menunjukkan tempat lokasi yang terdapat mesin pengering jagung di gudang belakang dilengkapi dengan peredam suara untuk mengurangi kebisingan.
“Ini adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban kami terhadap warga. Bahkan saya berani menantang Sururi (perwakilan LSM) jika memang ada kegiatan penggilingan di sini saya berani mencium kakinya,” tegasnya.
Pihaknya pun berharap agar segera ada kejelasan dari Dinas Perizinan terkait tindak lanjut operasional gudang produksi sehingga permasalahan ini dapat segera terselesaikan. (Lingkar Network | Hasyim Asnawi – Koran Lingkar)