BLORA, Lingkarjateng.id – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia baru merilis data hasil skrining kesehatan jiwa terhadap 12.121 peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Dari data tersebut terdapat peserta PPDS yang mengalami gejala depresi.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blora Edi Widayat mengatakan hingga kini dokter di Blora yang sudah lulus PPDS tahun 2023 semuanya dalam kondisi baik dan profesional.
“Sampai saat ini kami belum menerima laporan adanya indikasi depresi, baik yang sudah lulus maupun yang masih menempuh pendidikan,” ujarnya, Selasa, 16 April 2024.
Edi menjelaskan ada beberapa dokter spesialis yang sudah lulus pada 2023 program PPDS. Mulai dari dokter spesialis paru-paru, spesialis anak dan beberapa dokter spesialis lainnya.
“Semua dokter kami semakin oke, dan kami yakin makin profesional dengan skill yang sudah didapatkan,” terangnya.
Pada tahun 2024 ini, kata Edi, ada sekira 9 (dokter) mahasiswa yang masih menempuh pendidikan. Pihaknya juga yakin bahwa masiswa yang berasal dari Blora belum terindikasi adanya depresi.
“Harapannya tidak ada lah yang begitu. Kalau kasus itu terjadi di wilayah lain bisa jadi. Semoga untuk Blora tetap aman,” pungkasnya.
Sementara itu Direktur RSUD Samin Surosentiko Randublatung, Hartono, menyampaikan berdasarkan skrining kesehatan jiwa pada 21, 22, dan 24 Maret 2024 tersebut menunjukkan 22,4 persen peserta PPDS di 28 rumah sakit vertikal mengalami gejala depresi. Skrining dilakukan pada 12.121 PPDS dengan menggunakan kuesioner Patient Health Questionnaire -9.
Senada dengan Kepala Dinkes Blora, Hartono menyampaikan saat ini dirinya belum menemukan kasus gejala depresi pada mahasiswa kedokteran di Blora. Menurutnya, semua dokter yang mengikuti program PPDS semua lulus dengan baik tanpa kendala.
“Dari rekan-rekan sejawat, semua Alhamdulillah lulus dengan baik dan belum ada indikasi ke sana (gejala depresi),” ujarnya, Selasa, 16 April 2024.
Menurutnya, depresi yang dialami oleh para mahasiswa biasanya terjadi karena ada bullying atau perundungan.
“Saya rasa memang ada budaya yang sudah turun temurun. Yang senior menguji mental junior. Mungkin seperti itu, karena saya tidak tahu persis,” jelasnya.
Menurutnya aat ini Kementerian Kesehatan telah membuka pos pengaduan jika terjadi kasus seperti itu.
“Harapan kami ya, kasus seperti itu tidak ada lagi. Ke depan bisa semakin baik dan melahirkan dokter spesialis yang handal dan profesional,” pungkasnya. (Lingkar Network | Hanafi – Lingkarjateng.id)