Cenderung Naik, Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Salatiga Capai 35

Kepala DP3APPKB Kota Salatiga, Yuni Ambarwati. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

Kepala DP3APPKB Kota Salatiga, Yuni Ambarwati. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

SALATIGA, Lingkarjateng.id – Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Salatiga mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sejak Januari hingga Juli 2023 mencapai 35 perkara. Rinciannya, 14 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 21 kasus kekerasan anak. 

Kepala DP3APPKB Kota Salatiga, Yuni Ambarwati, menjelaskan 35 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan tersebut didominasi kekerasan fisik sebanyak 9 kasus. Kemudian kekerasan seksual 8 kasus, kekerasan psikologis 7 kasus, penelantaran 3 kasus, hak asuh anak 3 kasus dan lainnya 5 kasus.

“Dari 35 kasus tersebut, sebanyak 21 di antaranya sudah closed, on process 10 dan rujukan 4 kasus,” terangnya saat dihubungi, pada Selasa, 1 Agustus 2023.

Menurutnya, DP3APPKB telah melakukan berbagai upaya dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Adapun pelayanan yang diberikan sesuai kebutuhan korban seperti mediasi, pendampingan psikolog, rujukan, rumah aman dan lainnya. 

Yuni mengatakan, DP3APPKB telah melakukan berbagai langkah dan upaya untuk menekan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, salah satunya melalui sosialisasi pencegahan kepada masyarakat. Dia berharap dengan adanya sosialisasi dan edukasi yang dilakukan, kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan kekerasan bisa meningkat sehingga angka kasus kekerasan bisa menurun.

Sementara berdasarkan data Simfoni DP3APPKB, jumlah kasus kekerasan di Kota Salatiga cenderung naik. Tahun 2021 terdapat 28 kasus dan meningkat menjadi 45 kasus pada tahun 2022.

“Kami tidak akan pernah berhenti untuk mengedukasi dan mensosialisasikan tentang pencegahan kekerasan terhadap perempuan, anak-anak, dan perdagangan orang,” ujarnya.

Namun, menurutnya upaya pemerintah ini tak bisa lepas dari kesadaran kolektif yang dimulai dari keluarga, lingkup RT/RW dan kelurahan, hingga akhirnya seluruh masyarakat. Peran keluarga, peran tokoh masyarakat atau keagamaan menjadi salah satu kunci penekanan kasus tersebut. (Lingkar Network | Angga Rosa – Koran Lingkar)

Exit mobile version