Butuh Kepedulian Bersama, 125 Desa di Blora Dilanda Kekeringan Ekstrem

ILUSTRASI: Warga tengah menimba air untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

ILUSTRASI: Warga tengah menimba air untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

BLORA, Lingkarjateng.id – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blora Widjanarsih mencatat ada 125 desa di Blora mengalami kekeringan pada musim kemarau tahun ini. Ia menyebutkan bahwa Kecamatan Jati menjadi daerah yang perlu prioritas perhatian pemerintah karena mengalami kekeringan ekstrem.

Widjanarsih menjelaskan bahwa daerah yang mengalami kekeringan itu tersebar di seluruh Kabupaten Blora, namun hampir semua di Kecamatan Jati berstatus kekeringan ekstrem.

“Hampir semua desa di Jati mengalami kekeringan. Sedangkan di kecamatan Cepu, Desa Mernung paling terdampak,” ujarnya, pada Jumat, 28 Juli 2023.

Hingga saat ini, BPBD Blora telah mengirimkan bantuan air bersih ke sejumlah desa yang dianggap paling rawan kekeringan

“Sampai dengan hari ini, sudah 27 tangki yang kita kirimkan ke desa-desa yang membutuhkan,” imbuhnya.

Kekeringan ekstrem yang melanda Kecamatan Jati memaksa warga mengeluarkan biaya ekstra untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-sehari.

Selain itu, musim kemarau mengakibatkan sumur milik warga mengering sehingga untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga dan memberi minum ternak mereka harus kerja ekstra mengambil air dari belik (lubang bekas galian pasir – red) yang ada di dasar sungai yang sudah mengering.

Seperti yang dialami Narto, warga Desa Tobo, Kecamatan Jati. Ia mengaku harus membeli air karena kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

“Sekarang lebih mudah beli air, dulu harus cari sumber kemana -mana, susah,” katanya.

Hal serupa dialami Suyanto (56) warga Dukuh Tlogo, Desa Plosorejo, Kecamatan Randublatung. Ia harus mengambil air dari belik sejak subuh. Dia mengaku, dalam sehari hanya mampu mengumpulkan 5 sampai 6 jerigen air, itupun harus antre berjam-jam lamanya.

“Khususnya selama kemarau ini. Sudah 4 bulan lebih, puluhan warga saling bergantian menimba air,” terangnya.

Sementara itu, Minah, dirinya mengaku setiap hari selalu antre mengambil air di belik untuk mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari.

 “Setiap tahun kami terus mengalami kekeringan  seperti ini,” ucap nenek 60 tahun ini. (Lingkar Network | Hanafi – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version