SEMARANG, Lingkarjateng.id – Buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah (Jateng) bersama Partai Buruh pada Rabu, 9 Agustus 2023 menggeruduk Kantor Gubernur Jateng. Mereka menyuarakan agar UU Cipta Kerja yang dinilai menjadi biang kemiskinan para buruh dicabut.
Koordinator Lapangan, Luqman Hakim menyampaikan dalam orasinya, bahwa di dalam UU Cipta Kerja tidak ada jaminan pekerjaan, jaminan pendapatan, dan jaminan sosial, seperti outsourcing seumur hidup, upah murah hingga pesangon yang terdegradasi nilainya.
“Tanpa klaster ketenagakerjaan pun pengusaha sudah diuntungkan. Kita setuju investasi masuk, tetapi karena rakus maka Omnibus Law pun ditambahkan di dalamnya,” serunya saat di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah.
Ia menambahkan terkait dengan upah murah, sangat wajar jika di tahun 2024 nanti para buruh meminta kenaikan upah minimal 15 persen. Karena, menurutnya dari survey di pasar mengenai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sudah di atas 15 persen. Ini menjadi bukti lagi bahwa kebijakan pemerintah tidak mensejahterakan buruh.
“Dengan banyaknya permasalahan yang menyangkut UU Cipta Kerja dan turunannya yang merugikan buruh dan masih dalam sengketa karena sedang dalam masa JR di Mahkamah Konstitusi, maka sangat tidak etis jika Kemenaker akan mengadakan serap aspirasi Undang-Undang Cipta Kerja yang sangat dimungkinkan akan menjadi legitimasi Undang-Undang tersebut yang secara tegas kami menolaknya,” ujarnya.
Ia menyebut hingga saat ini permasalahan UU Cipta kerja belum selesai. Namun, kini ditambah lagi dengan terbitnya UU Kesehatan yang di mana penyusunannya mirip dengan UU Cipta Kerja, dilakukan secara instan dan terkesan kejar tayang.
Dalam hal ini pihaknya menyoroti “mandatory spending” atau kewajiban bayar oleh BPJS Kesehatan diubah menjadi money follow program.
“Dengan sistem ini, maka akan ada efisiensi biaya, sehingga akan ada urun biaya. Dengan demikian beban biaya kesehatan dibebankan kepada rakyat. Hak sehat untuk rakyat dirampas oleh UU Kesehatan, yang muncul program Kamar Rawat Inap Standard (KRIS). Tidak ada kelas 1, 2, dan 3. Padahal, iuran BPJS sekarang berbeda-beda antara kelas 1, 2, dan 3,” katanya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul – Lingkarjateng.id)