PATI, Lingkarjateng.id – Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Pati melalui Kepala Bidang (Kabid) Formasi dan Jabatan, Aziz Muslim mengungkapkan bahwa, tahun ini terdapat setidaknya satu Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan satu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Pati yang mengundurkan diri. Menurut keterangannya, alasan mereka mengundurkan diri karena diterima kerja di tempat lain dan meninggal dunia.
“Ada satu CPNS yang mengundurkan diri karena diterima kerja di OJK. Sesuai aturan, kita sudah menerbitkan SK pemberhentian untuknya. Kalau yang PPPK itu dia meninggal dunia sebelum acara penyerahan SK, tapi SK-nya sudah jadi. Oleh karena itu, harus tetap diberhentikan,” ungkapnya saat ditemui Senin (30/5).
Lebih lanjut ia menyampaikan, terdapat sanksi yang diberlakukan bagi CPNS yang mengundurkan diri tersebut. Pihaknya mengacu pada pasal 54 ayat 2 Permen PANRB Nomor 27 tahun 2021 yang menjelaskan bahwa, pelamar yang telah dinyatakan lulus tahap akhir seleksi dan telah mendapatkan persetujuan NIP kemudian mengundurkan diri, maka akan dikenai sanksi yakni tidak boleh melamar pada penerimaan ASN untuk satu periode berikutnya.
“Dari aturan pusat tidak mengatur denda. Sanksinya hanya satu yaitu tidak boleh mengikuti seleksi CPNS periode berikutnya, hanya itu saja. Mungkin ke depan, yang dari pusat ada wacana ditambah aturan untuk sanksi, tetapi untuk saat ini regulasi khusus yang mengatur sanksi tidak ada. Ya hanya itu tadi, tidak boleh ikut seleksi satu periode berikutnya,” jelasnya.
Menurutnya, kejadian pengunduran diri tersebut jarang sekali ada. Hal tersebut dibuktikan dengan sedikitnya calon ASN yang mengundurkan diri, bahkan di tahun lalu pun tidak ada yang mengundurkan diri.
Sedangkan, terkait dengan regulasi CPNS yang mengundurkan diri, dapat diisi dengan peserta seleksi peringkat di bawahnya. Aziz mengatakan, memang benar terdapat kebijakan tersebut. Namun, ia menyampaikan bahwa implementasi bergantung pada kebijakan daerah.
“Kalau sesuai regulasi, memang sebenarnya ada. Tapi itu tergantung kebijakan daerah, mau diganti atau tidak. Tahun ini kita tidak ada itu, soalnya kita nanti harus bersurat lagi ke Menpan. Jadi ya, ada birokrasi yang harus ditempuh dan ini kan tidak terlalu signifikan juga. Jadi tidak kita usulkan,” pungkasnya. (Lingkar Network | Ika Tamara Dewi – Koran Lingkar)