SEMARANG, Lingkarjateng.id – Pemerintah tengah mempertimbangkan berbagai langkah untuk menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Di antara opsi yang muncul adalah pemberian dana talangan atau membuka kran ekspor-impor lebih leluasa bagi Sritex untuk membantu pemulihan kinerja keuangannya.
Pengamat Ekonomi dari Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang, Tri Widayati, menilai pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan ini, mengingat dampaknya yang luas terhadap perekonomian dan kehidupan ribuan tenaga kerja yang bergantung pada perusahaan tersebut.
“Data menunjukkan bahwa ada sekitar 50.000 pekerja yang terdampak langsung jika Sritex dinyatakan bangkrut atau ditutup. Angka ini sangat signifikan dan bisa menimbulkan efek domino yang besar di sektor ekonomi lokal dan nasional,” ujar Tri saat dihubungi pada Minggu, 3 November 2024.
Menurut Tri, Presiden Prabowo Subianto juga turut memantau situasi ini dan tengah melakukan kajian mendalam. Ia menyadari bahwa jumlah dana yang diperlukan untuk menyelamatkan Sritex tidak kecil, dan setiap keputusan akan berdampak besar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Baru saja Pak Prabowo dilantik, sudah ada tantangan seperti ini. Sementara, masalah APBN saja sudah rumit, apalagi jika harus menambah alokasi untuk menyelamatkan Sritex,” ungkapnya.
Lebih jauh, Tri menjelaskan bahwa presiden sedang mempertimbangkan kemungkinan skema dana talangan. Namun, pemberian dana talangan untuk satu perusahaan bisa memunculkan kecemburuan di kalangan industri lain.
“Tidak hanya Sritex, ada pabrik-pabrik lain yang mungkin akan menuntut perlakuan yang sama. Ini menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah. Saat ini, beberapa menteri terkait, seperti Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Perindustrian, sedang mengkaji opsi-opsi yang ada,” tambahnya.
Tri juga menekankan bahwa dana talangan tetap perlu disiapkan sebagai salah satu upaya penyelamatan, mengingat jumlah tenaga kerja yang bergantung pada kelangsungan Sritex.
“Dampaknya tidak bisa diabaikan begitu saja, karena menyangkut hajat hidup banyak orang,” jelasnya.
Selain opsi dana talangan, Tri menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan pelonggaran ekspor-impor sebagai langkah lain untuk mendukung Sritex.
“Sritex masih memiliki pesanan dari luar negeri. Jika kran ekspor-impor dibuka lebih luas, Sritex diharapkan dapat terus beroperasi dan, sedikit demi sedikit, mengatasi masalah keuangan yang dihadapinya,” ujarnya.
Keputusan yang akan diambil pemerintah untuk menyelamatkan Sritex ini akan menjadi tolok ukur dalam kebijakan ekonomi nasional di masa mendatang. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)