JAKARTA, Lingkarjateng.id – Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Edy Wuryanto, mengapresiasi kenaikan upah minimum untuk tahun 2025 sebesar 6,5 persen yang ditetapkan pemerintah.
Meski belum bisa memenuhi tuntutan buruh yang menginginkan kenaikan upah minimum setidaknya 8 sampai 10 persen, namun Edy menilai kenaikan saat ini sebagai bentuk keberpihakan kepada para pekerja. Pasalnya, kenaikan upah minimum saat ini juga lebih tinggi dari rata-rata kenaikan sebelumnya yakni sebesar 3,6 persen.
“Upaya ini harus kita apresiasi. Setidaknya ada usaha mencari titik temu di tengah,” ujar Edy di Jakarta baru-baru ini.
Meski demikian, Edy meminta agar ada kepastian kenaikan upah minimum yang telah diumumkan ini sebagai standar terendah bagi daerah untuk menentukan upah minimum regional (UMR).
Untuk itu, legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini menanti terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan sebagai landasan yuridis.
“Segera saja Menteri Ketenagakerjaan untuk menerbitkan aturan karena pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menetapkan formula dan metode kenaikan upah minimum,” katanya.
Menurutnya, dengan mengetahui formula dan metode kenaikan upah minimum, maka bisa terjawab bagaimana Presiden Prabowo Subianto memutuskan kenaikan sebesar 6,5 persen.
Dengan ini, kata Edy, DPR khususnya Komisi IX yang membidangi ketenagakerjaan dapat melihat apakah kenaikan tersebut sesuai dengan ketentuan atau tidak, serta apakah dapat menjamin kebutuhan hidup layak buruh.
Edy mengingatkan bahwa tingkat inflasi yang menjadi referensi dalam kenaikan upah minimum 2025 yang sesuai dengan putusan MK adalah inflasi provinsi.
“Kenaikan upah minimum ini harusnya menghitung dulu berapa inflasi provinsi dengan 64 item kebutuhan hidup layak, lalu berapa nilai alfa yang ditetapkan, dan nilai pertumbuhan ekonomi di setiap provinsi,” bebernya.
Politikus PDI Perjuangan tersebut menduga bisa jadi kenaikan upah minimum 2025 akan berbeda di setiap provinsi.
“Jadi nanti akan terjawab kenaikan 6,5 persen yang diumumkan pemerintah ini sebenarnya apa,” imbuh Edy.
Selain itu, Edy juga mengingatkan kenaikan upah minimum 6,5 persen di 2025 akan berhadapan dengan berbagai problem. Misalnya, inflasi yang bisa lebih tinggi dari 6,5 persen karena kondisi geopolitik dan ekonomi nasional. Selain itu, ada juga rencana pemerintah untuk menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.
“Faktor-faktor ini akan menyebabkan daya beli buruh akan turun yang juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang turun,” ungkap Edy. (Lingkar Network | Lingkarjateng.id)