KUALA LUMPUR, Lingkarjateng.id – Departemen Imigrasi Malaysia (JIM) menangkap 29 warga negara Indonesia (WNI) termasuk satu di antaranya diduga sebagai “transporter” yang menjadi sindikat penyelundup migran dari Indonesia ke Malaysia.
Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia Zakaria Shaaban dalam pernyataan media dikeluarkan di Putrajaya, Rabu (13/11), mengatakan penangkapan itu dilakukan dalam sebuah Operasi Khusus pada Senin (11/11) sekitar pukul 18.00 waktu Malaysia (pukul 17.00 WIB) di sekitar Kajang, Selangor, dan melibatkan tim petugas berbagai jajaran dari Divisi Intelijen dan Operasi Khusus Markas Imigrasi Putrajaya.
Ia mengatakan berdasarkan informasi masyarakat dan intelijen selama dua pekan, tim operasi dikerahkan untuk bergerak menuju lokasi dan mengikuti kendaraan mencurigakan. Tim operasi menghentikan kendaraan tersebut di sebuah pemukiman yang digunakan sebagai “rumah singgah” dan berhasil menangkap seorang pria Indonesia bernama “Jon” yang diduga sebagai “transporter” berusia 42 tahun.
Tim operasi juga melakukan sidak di perumahan tersebut dan berhasil menangkap dua orang yang juga berkewarganegaraan Indonesia berusia 20 dan 41 tahun yang menjadi penjaga rumah dan diduga merupakan anggota sindikat.
Selain itu, ia mengatakan Imigrasi Malaysia menangkap 21 laki-laki dan lima WNI berusia antara 21 hingga 50 tahun. Sehingga total seluruh WNI yang ditangkap 29 orang. Hasil pemeriksaan awal menemukan 13 WNI telah melebihi masa tinggal atau “overstay”, sedangkan seorang WNI lainnya tidak memiliki dokumen perjalanan atau paspor yang sah untuk berada di Malaysia.
Tim operasi menyita 14 eksemplar paspor Indonesia, uang tunai sebesar RM13.430 atau sekitar Rp47,5 juta dan menyita kendaraan jenis Toyota Vios yang diyakini mengangkut imigran gelap.
Ia mengatakan modus yang dilakukan sindikat penyelundup migran ke Malaysia tersebut yakni membawa masuk dan mengeluarkan WNI melalui pintu yang tidak resmi. WNI akan ditempatkan sementara di “rumah singgah” sebelum dibawa ke lokasi tertentu menggunakan kendaraan.
Sindikat itu mengenakan biaya RM1.500 (sekitar Rp5,3 juta) hingga RM2.500 (sekitar Rp8,9 juta) per orang dan telah beroperasi selama enam bulan.
Seorang pria Indonesia, yang diduga sebagai “transporter”, ditangkap karena dicurigai melakukan pelanggaran berdasarkan Pasal 26J dan dua pria Indonesia lainnya, yang diduga anggota sindikat, ditangkap karena dicurigai melakukan pelanggaran berdasarkan Pasal 26H Undang-Undang Anti-Perdagangan Manusia dan Penyelundupan Migran (ATIPSOM) tahun 2007.
Sementara itu, ia mengatakan semua migran Indonesia ditangkap karena dicurigai melakukan pelanggaran berdasarkan Pasal 6(3) dan Pasal 15(4) Undang-Undang Imigrasi 1959/63 dan dibawa ke Depot Imigrasi Bukit Jalil untuk penyelidikan lebih lanjut.
JIM akan terus mengambil tindakan tegas terhadap pihak mana pun yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Imigrasi 1959/63, Undang-Undang Paspor 1966, Peraturan Imigrasi 1963, dan Undang-Undang Anti Perdagangan Manusia dan Penyelundupan Migran (ATIPSOM) 2007. (Anta – Lingkarjateng.id)