UNGARAN, Lingkarjateng.id – Sejumlah warga dari lingkungan Ngrawan Lor, Kelurahan Bawen, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, menggelar aksi protes dengan tuntutan transparansi pengurusan atas hak tanah mereka. Protes tersebut dilakukan karena warga menduga ada mafia dalam proses ganti rugi tanah milik mereka yang terdampak pembangunan proyek Tol Bawen-Jogja, yang disebut-sebut menguntungkan oknum perangkat.
“Dugaan ini muncul pada kami di warga ini berawal saat ada tanah yang tak bertuan di wilayah Ngrawan ini, tiba-tiba ada Letter C-nya, tanah ini berdekatan sekali dengan Perumahan Bawen City Land (BCL). Tanah ini memang tidak bertuan, biasanya jadi akses warga yang mau ke ladang perkebunan dan ke saluran air,” kata Koordinator Warga Ngrawan Lor, Bawen, Tri Susilo pada Jumat, 31 Mei 2024.
Tri mengatakan bahwa ia dan warga berharap agar ganti rugi tanah tidak menjadi keuntungan para oknum mafia tanah.
“Iya kalau kami berharapnya jangan sampailah, proses ganti rugi ini menjadi bancaan (keuntungan,red) oknum, padahal mereka itu tidak berhak atas tanah tersebut,” tegasnya.
Dia menjelaskan bahwa tanah tak bertuan itu ketika diukur pertama kali memiliki luas sekitar 700 meter persegi. Namun, saat dilakukan pengukuran kembali, luasnya tiba-tiba berubah menjadi 400 meter persegi.
“Tentu kami warga heran sekali, karena tanah tidak bertuan ini selain memiliki luasan yang berbeda, kemudian tiba-tiba ada Letter C atas nama salah satu warga, dari sinilah kami curiga, kami menduga ada permainan yang melibatkan perangkat termasuk dari kelurahan,” imbuhnya.
Saat ditanya apakah ada sosialisasi sebelumnya, Tri menegaskan tidak ada komunikasi ataupun musyawarah dari terkait tanah yang tidak bertuan itu.
“Kami juga menduga di sini ada proses pemalsuan dokumen termasuk di antaranya tanda tangan warga, karena itu kami meminta kepada pemerintah dan penegak hukum termasuk BPN Kabupaten Semarang untuk turun tangan mengusut masalah ini,” harapnya.
Tri menegaskan, jika memang tanah itu terdampak pembangunan proyek tol, maka seharusnya uang ganti rugi masuk ke pemerintah, bukan ke oknum.
“Iya harusnya masuk pemerintah, ini bukannya masuk ke oknum, karena jelas akan merugikan negara, karena tanah ini memang tanah tidak bertuan,” tegasnya.
Sementara itu, Camat Bawen, Dewanto Leksono Widagdo, mengatakan bahwa tanah yang dipermasalahkan warga di Lingkungan Ngrawan Lor atau yang berbatasan dengan Perumahan BCL ini memang tanah tak bertuan atau no name.
“Memang, awalnya tanah no name ini atau tanah tidak bertuan yang dikiranya eks bengkok milik Pemda Kabupaten Semarang, dan memang dilakukan penghitungan aset milik Pemda itu sudah sesuai, sehingga tanah tersebut memang no name. Lalu warga berharap tanah tak bertuan itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama,” jelas Dewanto.
Meski demikian, Dewanto mendorong kepada warga untuk tidak saling klaim atas tanah tersebut. Sebab, segala proses ganti rugi tanah terdampak pembangunan tol harus sesuai dengan regulasi yang ada.
“Jika nanti tidak ada kejelasan, ya jangan dipaksakan, apalagi sampai menggunakan nama seseorang untuk memperoleh hak, siapa yang bisa menjamin atas nama tersebut ya harus betul-betul ikhlas untuk warga, tentu ini terlalu riskan saya rasa,” bebernya.
Lebih lanjut, Dewanto mengatakan bahwa mediasi antara warga dan perangkat setempat telah dilakukan, namun belum membuahkan hasil apa pun.
“Tapi kalau intinya dari pemerintahan soal tanah tol ini, semua harus tetap sesuai regulasi yang ada dan berlaku di peraturan. Ditambah ini jika menyangkut hak warga, ya tentu harus dikembalikan ke warga, dan kalau misal masuk kewenangan pemerintah, ya bisa dikembalikan ke warga dalam bentuk fasum (fasilitas umum),” pungkasnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)