Kecewa pada Ganjar, Buruh Berencana Tempuh Jalur Hukum terkait UMK Jateng 2022

DEMO BURUH JATENG

DEMONSTRASI: Unjuk rasa yang dilakukan buruh menolak UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu. (Dinda Rahmasari / Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Ketua Umum sekaligus juru bicara Aliansi Buruh Jawa Tengah (AJBT), Karmanto menuturkan, pihaknya menolak keras Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/39 2021 tentang Upah Minumum untuk 35 kabupaten dan kota di Jawa Tengah. Bahkan, pihaknya menyiapkan proses hukum untuk menggugat kebijakan tersebut.

“Kami menyatakan dengan keras dan tegas menolak atas ditetapkannya UMK 2022 tersebut,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (1/12).

Hal itu menjadi buntut kecewanya kaum buruh dengan keputusan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo terkait Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jateng yang telah ditetapkan, Rabu (1/12). Pasalnya, bagi para buruh, UMK yang ditetapkan dianggap tidak mengakomodasi aspirasi para buruh yang sudah disampaikan berulang kali melalui musyawarah, hingga aksi di jalan.

Menurutnya, Ganjar harus menaikkan UMK Jateng 2022 sebesar 16 persen, sesuai usulan pihaknya yang sudah disampaikan tanggal 14, 17, dan 29 November 2021, melalui Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah. Karena baginya, sudah jelas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan telah dinyatakan Mahkamah Konstitusi sebagai inkonstitusional.

Ratusan Buruh Geruduk Kantor Gubernur, Desak Ganjar Naikkan UMP Jateng 2022

“Yang berarti, pemerintah mesti menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Maka keputusan Gubernur Jawa Tengah yang menetapkan UMK 2022 tersebut sebagai inkonstitusional. Cacat formil,” paparnya.

Dengan adanya keputusan MK tersebut, maka UU Nomor 11 Tahun 2020 dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tersebut tidak bisa digunakan sebagai landasan penetapan UMK.

“Sungguh memalukan, karena pemerintah Jateng sangat tidak menghormati lembaga tertinggi Mahkamah Konstitusi,” lanjutnya.

Seharusnya, lanjut Karmanto, Ganjar mempertimbangkan usulan atau masukan dari serikat pekerja atau buruh. Karena, menurut Karmanto, UMK ini ditetapkan untuk buruh. Apalagi dalam masukan itu telah disebutkan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 dan PP Nomor 11 Tahun 2020 tersebut telah ditangguhkan MK.

Suara Buruh Tak Didengar, UMK Jepara 2022 Hanya Naik Rp 1.403

Karmanto mengungkapkan, di masa pandemi Covid-19 ini, buruh berjuang mandiri tanpa subsidi. Para buruh dinilainya bergelut dengan maut demi mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah.

“Saya mohon, Gubernur yang dipilih oleh rakyat harus bersikap adil dan bijaksana. Pemerintah jangan hanya demi memberikan karpet merah kepada oligarki, hanya berpikir investasi, sedangkan rakyatnya dikorbankan,” tegasnya.

Di kesempatan yang sama, Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Tengah, Heru Budi Utoyo juga mengungkapkan kekecewaannya. Ia mengaku masih mempertimbangkan langkah hukum untuk menggugat kebijakan Gubernur Jawa Tengah.

“Kami kecewa atas kebijakan tersebut dan masih kami pertimbangkan apakah akan melakukan gugatan atau tidak. Kami akan persiapkan terlebih dahulu dan konsolidasi dengan jajaran pengurus daerah di kabupaten/kota se-Jawa Tengah,” paparnya.

Heru kecewa lantaran UMK yang ditetapkan tidak mengakomodasi aspirasi para buruh yang sudah disampaikan selama ini.

“Upah yang ditetapkan condong ke pengusaha. Gubernur tidak akan pernah tahu kalau kebutuhan hidup buruh semakin jauh dari KHL (Kebutuhan Hidup Layak),” pungkasnya. (Lingkar Network | Koran Lingkar Jateng)

Exit mobile version