SEMARANG, Lingkarjateng.id – Warga Desa Asinan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang yang tergabung dalam Perhimpunan Petani Nelayan Rawa Pening (PERPENNERA) melakukan aksi protes soal penolakan perluasan Danau Rawa Pening.
Aksi protes itu ditandai dengan cara memasangkan spanduk tiga pasangan capres-cawapres di pinggir jalan pertigaan memasuki wilayah Desa Asinan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, atau bersebelahan dengan Jembatan Tuntang.
Joko Susanto, salah satu warga terdampak proyek perluasan Danau Rawa Pening mengatakan spanduk ketiga pasangan capres-cawapres itu dipasang dengan tujuan memberi pesan kepada Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih pada Pemilu 2024 agar turut menyelesaikan permasalahan ini.
“Pesan itu dari kami warga di Desa Asinan, Tuntang, dimana kami ingin presiden dan wakil presiden terpilih nanti bisa menghentikan proyek perluasan Rawa Pening dan mencabut pemasangan patok sempadan yang berada di tanah milik warga disini,” ungkapnya, Senin, 8 Januari 2024.
Dirinya dan seluruh warga di Desa Asinan, Tuntang itu ingin calon pemimpin Indonesia mengetahui permasalahan yang dialami warga yang tinggal di sekitar Rawa Pening.
“Ya bertepatan dengan momen kampanye, kami ingin mereka calon-calon pemimpin bangsa kita ini tahu permasalahan yang selama ini ada di warga sekitar Rawa Pening. Karena masalah ini tidak selesai-selesai, jadi kami ingin mereka tahu,” paparnya.
Ia pun mengungkapkan bahwa selama ini warga yang tinggal di sekitar lokasi Rawa Pening tidak pernah menolak adanya revitalisasi. Pihaknya hanya ingin kejelasan soal pemasangan patok sempadan.
“Yang selama ini kami persoalkan karena perluasan Rawa Pening ini harus ada kejelasan pemasangan patok sempadan. Yang mana patok ini berdiri di tanah milik warga di sini. Intinya, revitalisasi kita tidak menolak tapi kalau perluasan itu yang kita tolak karena dampaknya besar sekali untuk kami warga di sini,” tegas Joko.
Menurutnya, proyek revitalisasi perluasan Rawa Pening itu langsung dikerjakan dari Kementerian PUPR.
“Dampaknya luas sekali jika proyek perluasan Rawa Pening ini tetap dilakukan, karena dengan adanya perluasan Rawa Pening, selain sebagian tanah milik warga hilang juga banyak mata pencaharian warga yang terancam. Misal petani, nelayan, dan usaha lainnya,” jelasnya.
Lebih detail Joko merinci, jika selama ini 600 hektare sawah yang ada di area Rawa Pening itu bisa menghasilkan 6.000 ton gabah dalam sekali panen. Maka dengan adanya perluasan Rawa Pening itu, kata dia, pertanian warga pun juga terancam hilang.
“Itu dari petani, ribuan ton gabah bisa hilang atau terdampak dari perluasan Rawa Pening. Belum lagi yang bekerja sebagai nelayan, yang mencari ikan dan menggantungkan hidupnya dari eceng gondok yang ada di Rawa Pening. Biasanya bisa sampai dapat 10 kilogram sehari. Sekarang berkurang drastis,” bebernya.
Selain itu, lanjut Joko, dampak lainnya dari perluasan Rawa Pening adalah dapat menurunkan perekonomian warga setempat.
“Ya terparah tentu dampaknya ke perekonomian warga jadi menurun. Jumlah pengangguran di sini jadi semakin banyak, yang ditakutkan warga sini atas proyek tersebut. Pernah kami adukan ke Pemkab Semarang dan Kementerian PUPR tapi hingga saat ini belum ada hasilnya,” keluhnya.
Ia berharap, permasalahan ini dapat segera diselesaikan dengan baik dan bijaksana.
“Harapannya permasalahan yang ada di Rawa Pening ini bisa terselesaikan dengan baik dan tidak ada pihak yang dirugikan, termasuk kami warga,” tegasnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)

































