KAB. SEMARANG, Lingkarjateng.id – Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, menyatakan pengelolaan sampah menjadi salah satu program prioritas dalam pembangunan di 2026 nanti. Hal itu menyusul kondisi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Blondo di Kecamatan Bawen yang saat ini sudah overload.
“Supaya ke depan tidak ada lagi yang namanya darurat sampah seperti yang terjadi di beberapa wilayah kota dan kabupaten lainnya,” kata Ngesti dalam kegiatan Masa Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kecamatan di Pendopo Rumah Dinas Bupati Semarang pada Selasa, 11 Februari 2025.
Untuk mencegah terjadinya darurat sampah, Ngesti menilai pola membuang sampah warga harus diubah sesegera mungkin. Selain itu, pihaknya juga akan menggandeng pihak investor untuk mengelola sampah yang ada di Kabupaten Semarang.
Ngesti mengungkapkan bahwa pihaknya telah menugaskan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Semarang untuk mengkaji pola buang sampah dari warga.
“Ini juga termasuk pada pemanfaatan tempat pengelolaan sampah reduce-reuse-reycle (TPS 3R) untuk dapat lebih maksimal dalam melakukan pengelolaan sampah rumah tangga,” ucapnya.
Ia berharap upaya tersebut dapat mengurangi pengiriman sampah ke TPA Blondo yang sudah overload.
Selain itu, Ngesti juga mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang saat ini sedang mengkaji pembelian mesin pengolahan briket sampah berkapasitas 50 ton per hari.
“Ini dikaji karena memang mesin alat itu mahal, sehingga harus dikaji dulu sebelum membelinya untuk digunakan nanti sebagai alat pengolahan sampah menjadi briket yang bermanfaat bagi warga,” terangnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala DLH Kabupaten Semarang, Sri Utami, menyatakan akan terus berupaya melakukan pengolahan sampah agar tidak menjadi masalah di kemudian hari.
“Jadi kami selain akan memanfaatkan dana APBD Kabupaten Semarang secara maksimal, kami juga akan menggandeng investor,” katanya.
Utami menjelaskan bahwa pihaknya berencana mengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif pengganti batu bara atau yang disebut refuse derived fuel (RDF).
“Atau yang dikenal dengan nama keripik sampah,” ucapnya.
Ia menilai pengolahan keripik sampah jauh lebih efisien untuk mengurangi volume sampah di TPA Blondo dibandingkan dengan pola lain.
“Karena pola ini jauh lebih cocok diterapkan secepat mungkin, dibandingkan dengan pola mengambil gas metana dari sampah sebagai alternatif bahan bakar tapi volume sampah masih tetap tinggi dan tidak berkurang,” tandasnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)