SEMARANG, Lingkarjateng.id – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah (Jateng) menilai langkah yang diambil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim dalam memberikan kewenangan kepada sekolah untuk memilih penerapan Kurikulum Merdeka bisa menimbulkan masalah. Pasalnya, hal tersebut bisa membuat peserta didik bingung saat beranjak ke jenjang lebih tinggi.
Hal itu disampaikan oleh Ketua PGRI Jateng, Muhdi, melalui sambungan telepon, Senin (14/2). Ia mengatakan, hal tersebut menjadi problem yang harus menjadi perhatian pemerintah pusat.
“Menurut saya, opsional (pilihan) ini menjadi muncul permasalahan-permasalahan. Misal seorang anak waktu SD (Sekolah Dasar) itu pakai kurikulum 2013, terus masuk SMP (Sekolah Menengah Pertama) kebetulan pakai Kurikulum Merdeka, sementara teman-teman lain dari SD berbeda ternyata ada yang dari Kurikulum Merdeka juga, jadi ini bisa membuat bingung anak. Jadi, harus segera dilakukan kajian mendalam kurikulum mana yang diterapkan setiap jenjang sekolah. Karena menurut saya harus secepatnya semua sekolah menggunakan kurikulum yang sama,” kata Muhdi.
Disdikpora Kudus Ujicoba Kurikulum Prototipe di Sekolah Penggerak
Meski masih memiliki permasalahan yang harus dikaji lebih dalam, PGRI Jateng tetap menyambut baik langkah Kemendikbudristek dalam peluncuran Kurikulum Merdeka, Jumat (11/2) lalu. Lantaran Kurikulum Merdeka dirasa perlu jika melihat dari sisi kebutuhan.
“Sebenarnya juga ini (Kurikulum Merdeka) kan, yang kita kenal Kurikulum Prototipe itu. Maka menurut kami, tanpa bicara isi dulu, tapi dari sisi kebutuhan memang perlu. Jadi bukan efektif, tapi diperlukan agar ada kurikulum yang mampu beradaptasi dengan tuntutan zaman, perkembangan zaman dan kondisi Covid-19 ini,” kata Muhdi.
Kendati demikian, Muhdi menegaskan pemerintah agar bisa mengkaji kembali permasalahan-permasalahan itu. Sebab, mengimplementasikan kurikulum baru dinilai memerlukan kesiapan yang cukup.
DPRD Pati Dukung Uji Coba Kurikulum Prototipe
“Jadi apakah kurikulum tersebut bagus atau cocok diperlukan pengelolaan dan waktu lebih jauh. Maka kita berharap pemerintah betul harus menyiapkan agar setiap sekolah itu mampu melaksanakan kurikulum ini sesuai dengan desain yang direncanakan nanti. Agar hasilnya juga seperti yang diharapkan,” tegas dia.
Ditanya mengenai respon setiap guru di Jateng, Muhdi tidak menampik jika masih ada guru yang keberatan dengan adanya Kurikulum Merdeka. Hal itu karena masih kurangnya peran pemerintah dalam menyosialisasikan kurikulum baru tersebut.
“Kalau berbicara respon para guru soalnya macam-macam. Karena itu kan hal baru, jadi ada yang baik ada yang belum. tetapi yang belum prinsipnya memang karena mereka butuh sosialisasi lebih. Termasuk pelatihan-pelatihan dan dari sisi kebutuhan. Intinya kami dari PGRI Jateng bukan masalah setuju atau tidak setuju. Kami prinsipnya perubahan itu ya keniscayaan,” tutup dia.
Mengenal Kurikulum Prototipe, Siswa Bebas Memilih Pelajaran
Sebelumnya, Kemendikbudristek memberikan sebanyak 3 opsi kurikulum. Pertama, bagi sekolah yang belum siap masih bisa menggunakan Kurikulum 2013. Kedua, kurikulum darurat masih bisa digunakan bagi sekolah yang merasa ingin ada perubahan atau penyederhanaan kurikulum namun masih merasa belum siap menerapkan Kurikulum Merdeka.
Sedangkan opsi ketiga, sekolah yang sudah siap sudah bisa menerapkan Kurikulum Merdeka secara utuh atau pun bertahap. Nadim memberikan kewenangan kepada guru untuk memutuskan kurikulum yang terbaik sesuai kesiapan sekolah. (Lingkar Network | Adhik Kurniawan – Koran Lingkar)