DPRD Jateng Janji Penuhi Tuntutan Nelayan Tradisional

A

TELATEN: Salah seorang nelayan tengah menyiapkan jaring saat akan melaut di Tambaklorok, baru-baru ini. (Dinda Rahmasari/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Sekretaris Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Tengah (DPRD Jateng) Muhammad Ngainirrichadl mendorong optimalisasi fasilitas penunjang untuk para nelayan kecil dan tradisional. Pihaknya berjanji akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kerja nelayan.

Ia mengatakan Pemerintah Provinsi Jateng sudah mengalokasikan subsidi BBM untuk para nelayan kecil dan tradisional, meskipun jumlahnya masih terbatas. “Tapi memang jumlah subsidi tersebut belum banyak, jadi mungkin belum merata. Ke depan kita mendorong subsidi BBM bagi nelayan untuk ditambah,” ujarnya, Rabu (15/12).

Terkait belum adanya TPI di Ibu Kota Jawa Tengah, lanjutnya, ia akan berkoordinasi dengan Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Jateng supaya permasalahan ini bisa terselesaikan. Ia mengaku sangat mendukung keluhan-keluhan yang disampaikan para nelayan segera terealisasi.

“Terkait TPI ini, saya kira masukan dari nelayan kita tampung nanti kita koordinasikan ke dinas terkait supaya ini diperhatikan,” imbuhnya.

KNTI Semarang Tuntut Pemenuhan Hak-Hak Nelayan

Lebih lanjut, Ngainirrichadl juga mendorong adanya SPBN yang dekat dengan tempat nelayan bekerja. Sebab, akses SPBN yang terlalu jauh tentunya membuat nelayan kesulitan. Ia mendukung dibuatnya SPBN untuk para nelayan kecil dan tradisional di Tambaklorok.

“Ini kita juga sampaikan ke dinas terkait. Termasuk pengadaan sarana prasarana untuk nelayan kecil dan tradisional. Karena ini yang menjadi salah satu ujung peningkatan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.

Sebelumnya, dalam peringatan Hari Nusantara pada Senin (13/12) lalu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Semarang, Slamet Ari Nugroho menyampaikan beberapa tuntutan untuk pemerintah.

Salah satu yang menjadi permasalahan nelayan kecil dan tradisional di Tambaklorok adalah lokasi SPBN yang terlalu jauh. Pihaknya meminta agar pemerintah memberikan fasilitas berupa SPBN dengan akses yang dekat. Sehingga memudahkan para nelayan ketika hendak melaut.

Ombudsman Jateng Temukan 9 Potensi Maladministrasi Dokumen Nelayan

“Kemarin itu ada nelayan yang meninggal jatuh dari motor saat mau beli bahan bakar perahunya, karena beli ke SPBN-nya jauh, di Kaligawe sana. Kami minta pemerintah membangun SPBN di tempat-tempat yang dekat dengan basis para nelayan,” ungkapnya.

Permasalahan selanjutnya di Kota Semarang, kata Slamet, belum ada Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Padahal, Kota Semarang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah. Sudah semestinya memiliki fasilitas yang lengkap untuk sektor perikanan.

“Banyak sebenarnya hak-hak kami yang belum dipenuhi pemerintah. Tidak hanya TPI dan SPBN, tetapi sarana penunjang lain seperti akses muara, jalan yang bagus, telekomunikasi, listrik itu juga belum dipenuhi,” paparnya.

Lebih lanjut, pihaknya juga menyinggung terkait alokasi anggaran di sektor pesisir. Menurutnya rakyat Indonesia yang ada di wilayah pesisir masih terbilang tertinggal. “Misalnya untuk alokasi anggaran di sektor pesisir masih jauh dari alokasi anggaran dari sektor lainnya,” imbuhnya.

Slamet menegaskan, hak-hak nelayan tertuang jelas dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. “Misalnya pada Pasal 18 itu sudah jelas, bahwasanya pemerintah daerah maupun pusat, sesuai dengan kewenangannya menyediakan sarana prasarana penunjang bagi nelayan perikanan tangkap, termasuk Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN),” tandasnya. (Lingkar Network | Koran Lingkar Jateng)

Exit mobile version