REMBANG, Lingkarjateng.id – Perubahan iklim menghadirkan ancaman baru yang berpotensi memicu peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Apalagi belakangan ini curah hujan di wilayah Kabupaten Rembang tergolong cukup tinggi.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (Dinkes) Rembang, Ali Syofi’i menyampaikan, curah hujan yang cukup tinggi di Kabupaten Rembang belakangan ini dimungkinkan menimbulkan genangan air pada tempat-tempat tertentu. Dari genangan air tersebut dikhawatirkan menjadi tempat nyamuk Aedes aegypti bertelur hingga kemudian berpotensi munculnya penyakit demam berdarah. Untuk itu Dinkes Rembang mengimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi DBD di musim penghujan ini.
“Peningkatan curah hujan bahkan di beberapa tempat terjadi banjir, sehingga kami pun waspada. Jangan-jangan membawa dampak terkait peningkatan kasus DBD,” ucapnya.
Cegah DBD, Dinkes Grobogan Minta Terapkan PHBS
Meski berpotensi timbulnya kasus DBD, hingga saat ini masih belum ada laporan yang masuk ke Dinkes Rembang terkait kasus DBD. Akan tetapi masyarakat diminta tetap waspada dengan melakukan langkah pencegahan.
Pihaknya membeberkan, upaya pencegahan DBD sebenarnya yang paling utama yaitu dengan melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk. Namun, selama ini masyarakat salah mengartikan jika pemberantasannya yaitu dengan cara fogging (Pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa).
“Fogging itu tidak membunuh atau mematikan larva-larva, jentik-jentik nyamuk yang populasinya sangat besar. Sehingga ketika disemprot, nyamuk dewasa mungkin lari atau mati tetapi jentik-jentik jadi nyamuk dewasa lagi,” terangnya.
Antisipasi DBD, DKK Kudus Adakan Fogging Fokus ke Desa-Desa
Pihaknya menambahkan, sebenarnya fogging tidak menyelesaikan masalah terkait virus DBD. Justru yang menyelesaikan masalah yaitu dengan PSN (gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk) 3M Plus, seperti menguras, menutup penampungan air, dan memanfaatkan kembali limbah.
Sementara untuk Plus-nya, yaitu memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, gotong royong membersihkan lingkungan, dan periksa tempat-tempat penampungan air.
Selain itu juga meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup, memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar, dan menanam tanaman pengusir nyamuk.
“Fogging itu tidak efektif karena hanya memberantas nyamuk yang dewasa. Kemudian biaya operasionalnya juga mahal,” pungkasnya. (Lingkar Network | R. Teguh Wibowo – Koran Lingkar)