PATI, Lingkarjateng.id – Rabithatul Ma’ahid Islami (RMI) NU berkolaborasi dengan Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengadakan Halaqoh Pengasuh Pesantren untuk mengajak ulama menggagas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pesantren di Pesantren PMH Al-Kautsar Kajen Margoyoso Pati, Minggu (16/1).
Halaqoh Pengasuh Pesantren Pati dihadiri tidak kurang dari 70 kyai pengasuh pondok pesantren dan beberapa politisi serta anggota DPRD Pati dari Fraksi PPP.
Ketua RMI NU Pati, KH. Liwauddin mengungkapkan, halaqoh pengasuh pesantren se-Kabupaten Pati ini untuk menyerap masukan dan usulan pihak pesantren yang akan dituangkan dalam Raperda. Selanjutnya Raperda akan diserahkan kepada anggota DPRD partai-partai NU untuk diperjuangkan menjadi Perda.
Perda Pesantren Masuk Prolegda Blora Tahun 2022
Ia menegaskan bahwa Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 mencantumkan pasal yang mengatur pendanaan pesantren dari dana APBD. Oleh karena itu, diperlukan perangkat regulasi di tingkat daerah agar bisa diimplementasikan berupa Perda Pesantren.
“Perda Pesantren di kabupaten semoga cepat terbentuk. Para pengasuh pondok pesantren mohon masukannya. Semoga Perda Pesantren di Kabupaten Pati segera dapat terbentuk, sebelum Bupati Pati meninggalkan pendopo,” harapnya.
Hal senada disampaikan oleh H. Arwani Thomafi, anggota DPR RI dari Fraksi PPP, yang menjadi narasumber dalam halaqah tersebut. Menurutnya, adanya Perpres tentang Pendanaan Pesantren merupakan indikasi keseriusan pemerintah dalam memposisikan pesantren sebagai salah satu bagian dari sistem pendidikan nasional yang harus mendapatkan dukungan dana dari anggaran belanja negara di semua tingkat. Namun demikian, dukungan Pemerintah kepada Pesantren jangan sampai justru menjadikan pesantren tidak mandiri.
DPRD Blora Dorong Lahirnya Perda Pesantren
“Perda memuat legalitas pesantren. Tidak hanya masyarakat saja, melainkan dari pemerintah. Jangan sampai dengan UU Pesantren justru akan memunculkan ketergantungan pesantren pendanaan ke negara. Karena idealisme pesantren itu terkenal dengan kemandiriannya yang sudah teruji,” terangnya.
Sementara itu, KH. Abdul Ghoffar Rozin menegaskan bahwa UU Pesantren dan semua regulasi turunannya merupakan bentuk rekognisi negara kepada pesantren. Perda Pesantren mutlak diperlukan agar pesantren mendapatkan porsi anggaran di APBD.
“Sering disalahpahami bahwa Undang-Undang ini untuk menyeragamkan pesantren bisa iya bisa tidak. Keseragaman yakni kesetaraan ijazah, tapi tidak dengan cara mengajinya. Jadi ini terkait kesetaraan pesantren agar bisa diterima di universitas mana saja,” ujarnya. (Lingkar Network | Aziz Afifi – Koran Lingkar)