Pajak Karaoke di Pati Tak Ditarik sejak 2014-sekarang, Siapa Dirugikan?

Bedah Opini with Nailin RA

TANGKAPAN LAYAR: Dialog Bedah Opini dengan judul “Pajak Karaoke di Pati Tak Ditarik sejak 2014-sekarang, Siapa Dirugikan, Siapa Diuntungkan, dan Tanggung Jawab Siapa?”, di Studio Lingkar TV, Kabupaten Pati, pada Selasa 11 Oktober 2024. (Nailin RA/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id – Fakta baru terungkap dari maraknya usaha karaoke yang ada di Kabupaten Pati. Fakta itu membuka banyak spekulasi tentang dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan sejumlah pejabat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati. Pasalnya, meskipun jumlahnya dari waktu ke waktu kian banyak, tetapi para pelaku usaha karaoke itu tak ditarik pajak daerah (pajak karaoke) sejak tahun 2014 hingga sekarang, Rabu, 23 Oktober 2024.

Untuk mengklarifikasi hal tersebut, tim Bedah Opini Lingkar TV telah mengundang sejumlah pejabat berwenang, di antaranya Inspektorat Kabupaten Pati, Satpol PP Pati selaku penegak perda, juga BPKAD selaku badan yang berwenang menarik pajak daerah (pajak karaoke). Akan tetapi, dua dinas yakni Inspektorat dan BPKAD izin tak bisa hadir karena ada dinas luar. Sementara Satpol PP memilih untuk tidak merespons undangan dialog di Lingkar TV yang dilaksanakan pada Jumat, 11 Oktober 2024.

Praktisi hukum Izzudin Arsalan yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan, tidak ditariknya pajak karaoke sejak 2014 hingga sekarang sangatlah merugikan masyarakat.

“Ketika tidak tarik pajak di sini ada kerugian, yaitu kerugian pemerintah daerah dari sektor pajak. Tentunya masyarakat di sini rugi dong, ketika retribusi pajak yang harusnya bisa digunakan untuk pembangunan daerah ternyata tidak ditarik. Apapun alasannya sesuai amanat peraturan usaha tersebut adalah wajib pajak karena subjek pajak dalam Undang-Undang 28 Tahun 2009 Perda Nomor 10 Tahun 2013 itu jelas pengusaha atau badan hukum yang menyelenggarakan kepariwisataan, dalam hal ini adalah karaoke,” ujarnya.

Dijelaskan oleh Arsalan, bahwa semua tempat karaoke itu wajib bayar pajak. Sehingga apabila ada instruksi dari kepala daerah yang menjabat saat itu untuk tidak menarik pajak karaoke, maka hal itu merupakan pelanggaran etika pejabat.

“Kalau kita berbicara usaha karaoke ini tidak ditarik pajak dasarnya adalah instruksi dari pemerintah daerah, maka di sini ada tindakan etika pejabat publik yang melanggar norma. Artinya di situ ada dugaan Maladministrasi karena jelas kok di Undang-Undang 28 tahun 2009 itu menyebutkan pada pasal 45 usaha karaoke ini wajib pajak. Dia wajib membayar pajak maksimal 75% di Perda Kabupaten Pati Nomor 10 tahun 2013 pasal (5) itu juga menjelaskan usaha karaoke ini wajib membayar pajak 40% gitu,” tegasnya.

Dari dialog tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa instruksi dari Kepala Daerah yang menjabat saat itu merupakan tindakan yang melanggar etika pejabat publik dan merugikan masyarakat. (Nailin RA – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version