PATI, Lingkarjateng.id – Pihak ekseketif dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati menilai penetapan batasan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) CSR dapat mempengaruhi investor yang hendak masuk ke Kabupaten Pati dianggap oleh Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Pati, Suwarno, tidak sepenuhnya benar.
Suwarno berpendapat, penetapan batasan dana CSR dalam Raperda CSR tidak berpengaruh terhadap investor yang akan mendirikan perusahaan ataupun pabrik di Pati. Pasalnya, dana yang dikeluarkan berasal dari laba bersih yang setiap perusahaan pasti telah menyalurkannya kepada masyarakat.
“Masalah investasi yang dipakai, alasan khawatir kalau investornya tidak masuk, itu ya tidak 100 persen benar lah. Karena diambil itu ‘kan dari keuntungan, bukan dari pendapatan kotor. Jadi sisihkan, apakah itu 1 persen, 1,5 persen. Misalnya saking-sakingnya 0,5 persen misalnya,” ucap Suwarno, yang turut menyesalkan sikap eksekutif mempersulit penetapan Raperda CSR.
Kabag Hukum Setda Pati Sebut Pemkab Tak Berwenang Tentukan Besaran Dana CSR
Menurutnya, CSR merupakan bentuk tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan (TJSLP) sebagai timbal balik atas efek yang ditimbulkan perusahaan yang berdampak pada masyarakat ataupun lingkungan sekitar. Sehingga, lingkungan ataupun masyarakat sekitar dapat merasakan dampak positif dengan hadirnya perusahaan tersebut. Baik itu dalam bentuk fasilitas umum, kemudian pelayanan kesehatan maupun bantuan lain yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.
“Sebenarnya persentase CSR itu ‘kan kalau perusahaan yang untung lah, sebagian disumbangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Terutama masyarakat di sekitar pabrik atau di sekitar perusahaan. Itu agar pabrik tidak hanya meninggalkan limbah saja, tetapi juga diatur masalah kesejahteraan. Di sana apakah itu jalan, jembatan, dan drainase, termasuk kesehatannya juga,” imbuhnya.
Di daerah lain, ungkap Suwarno, besaran batasan CSR dalam Perda sudah ditetapkan. Tinggal Kabupaten Pati sendiri yang belum jelas besarannya.
“Kami sudah pernah studi banding ke beberapa daerah, saya tanyakan juga ada. Tapi di sini, kok, entah,” ungkapnya.
Padahal, pihak legislatif sudah memberikan jalan tengah terhadap besaran angka CSR. Di mana, Eksekutif sudah dipersilahkan untuk mengusulkan berapa batasan besaran yang ingin diperdakan. Namun, hingga kini Pemkab Pati belum juga merespons hal itu.
“Sudah dari DPRD ‘kan sudah mentok, dah dah, Pemda disuruh mengatakan berapa lah, yang penting ada angkanya, ada nominalnya berapa, apakah 1,5 persen, 1 persen, silakan yang dipilih. Tapi sampai sekarang belum ada itu. Belum ada jawaban, terakhir ‘kan itu, sudah jadi,” tandasnya.
Takut Ganggu Investasi, Pj Bupati Pati Tolak Setujui Batasan Dana CSR
Untuk diketahui, Raperda CSR ini masuk pembahasan sejak tahun 2022. Akan tetapi hingga minggu terakhir bulan Oktober 2023 belum juga rampung. Perbedaan pendapat antara legislatif dan eksekutif menyebabkan pembahasan Raperda CSR mengalami stagnasi. Padahal ditarget rampung tahun ini.
Sebelumnya, Ketua Pansus Raperda CSR, M. Nur Sukarno mengatakan perlu adanya minimal batasan persentase dari laba perusahaan. Namun, Penjabat Bupati Pati Henggar Budi Anggoro mengatakan, adanya batasan nominal tidak diperlukan karena bisa menghambat keran investasi dari perusahaan.
Di sisi lain, Kepala BPKAD Kabupaten Pati Sukardi menyebut dana CSR tak masuk proyeksi PAD Kabupaten Pati. Tetapi, dana CSR yang diterima Pemkab Pati mencapai miliaran rupiah. Di antaranya: Bank Jateng Rp 1,94 miliar, PDAM Rp 90 juta, Bank Daerah Rp 250 juta, BKK Rp 213 juta. Perkiraan Ketua Pansus Raperda CSR, kalau swasta dimasukkan bisa sentuh angka Rp 10 miliar.
Sedangkan Kabag Hukum Setda Pati, Irwanto, menyebut pemerintah tak berwenang mengatur CSR perusahaan. Hal itu merujuk pada Pemerintah Provinsi yang tidak membebani angka terkait CSR.
Polemik Raperda CSR ini memicu Ormas Mantra mendesak Pemkab Pati untuk transparan soal jumlah dan penggunaan dana CSR. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Koran Lingkar)