KUDUS, Lingkarjateng.id – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerindra Kudus secara tegas menolak keputusan Menteri Tenaga Kerja. Khususnya, terkait Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2002 yang mengatur tentang pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) pada umur 56 tahun.
Ketua DPC Gerindra Kudus, Sulistyo Utomo menilai, dana JHT merupakan uang pekerja yang menjadi harapan utama bagi para pekerja buruh maupun perkantoran, ketika sudah tidak bekerja lagi atau di PHK. Pasalnya, dana ini juga biasa digunakan untuk memulai profesi barunya.
“Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 harus dicabut karena di masa pandemi Covid-19 ini, tunjangan JHT menjadi tumpuan hidup setelah tidak bekerja. Apalagi di Kudus ini banyak sekali buruh, sehingga akan mengganggu perekonomian di Kudus,” ujar Sulis, Rabu (16/2).
Ketua DPC Gerindra Kudus Minta Edy Mulyadi Diseret ke Ranah Hukum
Selama pandemi Covid-19, menurut Sulis, jutaan orang kehilangan pekerjaan dan kesulitan dalam mencari pekerjaan kembali. Umumnya, dana JHT menjadi tumpuan para korban PHK untuk mencoba dunia usaha kecil, seperti UMKM.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kudus ini menuturkan, dana JHT menjadi penting untuk dicairkan dan digunakan untuk bertahan hidup tanpa pekerjaan. Karena itu, Permenaker Nomor 2/2022 tidak sejalan dengan semangat pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi.
“Seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan bagi para korban PHK di masa pandemi, misalnya pelatihan ketrampilan berusaha bagi mereka yang berminat menjajaki dunia UMKM. Kebijakan pencairan dana JHT sebesar 30 persen dari peserta BPJS yang sudah menggunakannya selama 10 tahun bukan solusi tepat,” tutupnya. (Lingkar Network | Alifia Elsa Maulida – Koran Lingkar)