KENDAL, Lingkarjateng.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendal telah menetapkan lima tersangka pada kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam pelaksanaan tukar-menukar tanah kas desa di Desa Botomulyo, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal.
Erny Veronica Maramba, Kepala Kejari Kendal, menjelaskan bahwa berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) yang keluar pada bulan Agustus 2023 dan selama kurang lebih 8 bulan melakukan penyelidikan, tim penyidik telah mengumpulkan bukti-bukti adanya tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tukar-menukar tanah kas desa di Desa Botomulyo.
Kemudian, pada tanggal 10 juni 2024, tim penyelidik Kejari Kendal telah menetapkan lima orang tersangka dan telah dilakukan penahanan selama 20 hari. Adapun pihak tersangka yang telah ditetapkan adalah AR selaku Sekretaris Desa botomulyo, CS sebagai Kasi Pemerintahan di Kecamatan Cepiring, SI selaku Kepala Desa Botomulyo, ST selaku Kabid Dispermasdes tahun 2022, dan SR sebagai direktur PT. RSS.
“Berdasarkan Sprindik yang sudah pernah diterbitkan di bulan Agustus tahun 2023 dan selama kurang lebih 8 bulan ya kami tim penyelidik Kejaksaan Negeri Kendal telah mengumpulkan bukti-bukti yang membuat terang peristiwanya sebagai peristiwa pidana” tuturnya pada konferensi pers di Gedung Kejaksaan Negeri Kendal pada Selasa, 11 Juni 2024.
Erny menjelaskan kronologi peristiwa tersebut bermula dari adanya sebidang tanah kas desa di Desa Botomulyo seluas kurang lebih 1,6 hektare yang merupakan hak pengelolaan dari sekretaris desa yaitu AR. Tersangka AR berinisiatif ingin melakukan tukar-menukar tanah desa. Namun, dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan Permendagri No. 1 Tahun 2016.
Erny menambahkan bahwa terdapat dua bukti yang cukup untuk menjerat kelima tersangka. Pertama, penukaran tanah tersebut tidak sesuai dengan prosedur karena para pelaku menyebutkan bahwa tanah desa tidak dalam satu hamparan.
Sedangkan menurut pendapat ahli dari Kejari Kendal, menyebutkan bahwa yang dikategorikan sebagai tidak satu hamparan adalah apabila di tengah-tengah bidang tersebut ada bidang tanah lainnya dan terdapat bangunan lain. Nyatanya, tanah kas desa tersebut berada di pinggir jalan raya yang tidak terhalang apa pun.
“Itu tidak sesuai prosedur, karena kalau menggunakan dasar ini maka izinnya (penukaran tanah kas desa) cukup sampai Bupati,” ucapnya.
Kemudian, bukti yang kedua adalah tukar-menukar tanah kas desa tersebut bertujuan untuk perumahan. Hal ini menurut Erny jelas melanggar Permendagri nomor 1 tahun 2016 pasal 38 yang menyebutkan bahwa tukar-menukar tanah desa dilakukan bukan untuk kepentingan umum jika terdapat kepentingan nasional yang lebih penting dan strategis. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Lingkarjateng.id)