SEMARANG, Lingkarjateng.id – Sektor pariwisata dan hotel di Jawa Tengah melonjak hingga 40 persen semenjak pembebasan syarat berupa hasil tes negatif Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dan antigen bagi pelaku perjalanan domestik pada Rabu (9/3) kemarin. Mengingat tahun sebelumnya, para pelaku pariwisata sangat terpuruk hingga tidak memiliki jadwal pemberangkatan atau kunjungan.
Hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) Jawa Tengah, Setyo Legowo, usai rapat kerja bulanan di salah satu hotel di Semarang, Senin (21/3). Ia mengatakan, kelonggaran kebijakan tersebut, dinilai menjadi booster bagi para biro tour, pariwisata dan hotel.
“Tentunya kami menyambut baik kebijakan itu, karena memberikan angin segar atau istilah kami booster dalam membangkitkan ekonomi para pelaku pariwisata. Jadi semenjak aturan itu memang ada dampak peningkatan. Karena ‘kan aturan yang sebelumnya sedikit membelenggu, sekarang sudah tidak ada (hasil tes negatif) biaya tambahan,” kata Setyo, sapaan akrabnya.
Aturan sebelum atau pemberlakuan hasil tes negatif itu, jelas Setyo, dirasa membatasi pergerakan karena banyak grup-grup pelaku pariwisata yang harus cancel. Pasalnya, karena satu orang tidak mau swab, pemberangkatan keseluruhan harus dibatalkan. Sehingga, tidak diberlakukannya kembali aturan itu benar-benar disambut baik para pelaku pariwisata.
Pemprov Jateng Gelontorkan Rp 18,5 Miliar untuk Desa Wisata
“Contohnya begini, dulu kan masih diwajibkan (Antigen atau PCR) agar bisa naik transportasi umum. Nah, ada beberapa teman yang positif dan takut juga untuk di-swab, jadi persoalan itu membuat banyak pelaku pariwisata men-cancel perjalanannya,” jelas Setyo.
Kesempatan sama, perwakilan biro pariwisata, Didi Hariono menyebut, peningkatan itu mencapai 40 persen pada sektor pariwisata. Yakni mulai terlihat sejak bulan Februari lalu dan melejit saat diberlakukannya pelonggaran aturan tersebut.
“Sebanyak 40 persen itu dari sebelumnya nol persen. Kemarin (tahun lalu) benar-benar terpuruk. Contohnya saya pribadi, kurang lebih dua tahun menganggur tidak ada kegiatan sama sekali. Jadi adanya kelonggaran ini memang berdampak,” terang Didi.
Lebih lanjut, tergeliatnya ekonomi pelaku pariwisata itu juga terlihat dari dua wisata unggulan di Jawa Tengah. Yakni di Candi Borobudur Kabupaten Magelang dan wisata alam Dieng Kabupaten Wonosobo.
“Dua (Candi Borobudur dan Dieng) wisata itu selalu jadi unggulan di Jateng. Khususnya Dieng, ini memang sangat dirasa mengasyikkan. Terutama dari masyarakat Semarang pun. Karena iklim panas, jadi pengen menuju ke hawa sejuk,” ungkapnya.
Pandemi Mereda jadi Momentum Kebangkitan Desa Wisata di Jateng
Senada, General Manager (GM) Park View Hotel Kota lama Semarang, Pratikno menambahkan, dampak kebijakan tersebut juga dirasa oleh pihaknya. Yakni mengalami kenaikan okupansi hotel hingga 40 persen. Kenaikan tersebut selaras dengan kenaikan kunjungan wisata di Kota Lama dan Alun-Alun Masjid Agung Kota Semarang.
“Kalau dikompres dari awal tahun 2021 sampai sekarang sekiranya ada sekitar 40 persen. Hampir sama seperti pelaku pariwisata. Ditambah lokasi kami cukup strategis juga, dekat dengan dua itu (Kota Lama dan Masjid Agung Semarang),” imbuh Pratikno.
Sebagai informasi, ASSPI Jawa Tengah yang memiliki 95 anggota, mereka mengadakan rapat tiga bulan untuk membahas program kerja tahun 2022 ini. Termasuk membangkitkan para pelaku pariwisata, sektor pariwisata, dan penguatan sektor internal.
“Ada beberapa Event yang sudah kami siapkan di program kerja tahun ini. Paling dekat Juni nanti, tapi ini sedang kita ulas lagi. Kemudian ada acara lagi seperti komunikasi bisnis untuk beberapa daerah akan berkolaborasi dengan hotel, transportasi, wisata dan sebagainya,” tutup Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) ASPPI Jawa Tengah, Revi. (Lingkar Network | Adhik Kurniawan – Koran Lingkar)