PATI, Lingkarjateng.id – DPRD Pati menyoroti harga minyak goreng setelah turunnya kebijakan pemerintah untuk mengembalikan harga minyak goreng kemasan ke harga pasaran dan menetapkan HET minyak curah di angka Rp14.000 mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan.
Naiknya harga minyak goreng berpengaruh besar terhadap sektor perekonomian masyarakat. Terutama, pelaku usaha. Pelaku Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah salah satu yang terdampak dari naiknya harga minyak goreng ini.
Kondisi ini juga memancing keprihatinan anggota DPRD Pati, Wardjono. Menurutnya, pelaku UMKM akan sulit bertahan akibat kenaikan harga minyak goreng yang drastis.
“UMKM yang jumlahnya jutaan ada ketergantungan terhadap minyak goreng. Mereka adalah yang memiliki usaha gorengan, baik pedagang kaki lima maupun usaha skala rumahan. Dan mereka ini yang bakal paling terdampak, karena naiknya drastis,” bebernya melalui wawancara online, kemarin (17/3).
DPRD Pati Soroti Tingginya Harga Minyak Goreng
Dirinya pun menambahkan bahwa pemerintah harus memastikan ketersediaan minyak goreng di pasaran, karena minyak goreng merupakan salah satu komoditas penting dalam bisnis kuliner maupun untuk kebutuhan rumah tangga biasa.
“Seharusnya ada regulasi dari pemerintah akan ketersediaan kebutuhan pokok, termasuk minyak goreng bagi rakyat kecil, karena minyak adalah kebutuhan vital yang harus terpenuhi. Kebijakan pemerintah untuk sungguh-sungguh memastikan harga minyak goreng terjangkau adalah suatu keniscayaan,” tambahnya.
Mahalnya harga minyak goreng ini pun dirasakan oleh Hardi, salah seorang pelaku UMKM pedagang kaki lima di Pasar Rogowangsan, Pati. Naiknya harga minyak ini sangat memberatkan dirinya sebagai pelaku usaha gorengan.
“Kemarin baru beli minyak goreng kemasan tapi kualitas biasa, harga Rp17.000. Kalau yang mereknya lebih bagus, kualitas minyaknya jernih, harganya lebih mahal. Kalau minyak goreng curah saya tidak pakai Mas, karena kualitasnya jelek,” ujarnya saat ditemu pada Sabtu (19/3).
Meski begitu, Hardi tidak menaikkan harga dagangannya maupun mengurangi porsi, karena khawatir ditinggalkan pelanggan. “Harga tetap, takutnya kalau dinaikkan malah pelanggan pada kapok,” akunya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)