JEPARA, Lingkarjateng.id – Forus Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Bumi Kartini melakukan seruan aksi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara, Selasa (26/10/21). Menyikapi aksi massa tersebut, DPRD Kabupaten Jepara siap mengawal semua aspirasi buruh.
Ketua DPRD Kabupaten Jepara Haizul Maarif mengatakan, pihaknya mendukung agar iklim perekonomian di Jepara bisa stabil. Salah satunya dengan memenuhi hak buruh.
“Jadi kami akan menampung harapan saudara dan memperjuangkan sesuai regulasi. Apa yang menjadi kekhawatiran, semoga bisa saling memahami, baik dari sisi pengusaha, pemerintah, dan buruh sendiri,” kata Haiz, sapaan akrabnya.
Politisi Partai Persatuan Perjuangan (PPP) itu juga menuturkan, perumusan pengupahan akan dilaksanakan pada November. Jajaran terkait akan mempertimbangkan pengupahan tahun depan sesuai regulasi.
“Jadi rekomendasi hari ini kepada pihak terkait, yaitu mengawal aspirasi, agar perhitungan objektif untuk kebaikan bersama. Agar iklim perekonomian di Jepara serta hak buruhnya dapat tercukupi,” tutupnya.
Sempat Digeruduk Buruh, Sekda Bocorkan Kemungkinan UMK Jepara 2022 Naik
Dalam aksi tersebut, salah satu tuntutannya adalah meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2022 diatas 10 persen.
Tuntutan kenaikan upah tersebut, berdasarkan kajian atau survei Kebutuhan Bulanan Pekerja Lajang (KBPL). FSPMI Jepara raya, telah melakukan survei itu di empat pasar yang berada di Jepara.
“Kita sudah melakukan survei di pasar Kalinyamatan, Welahan, Mlonggo, dan Bangsri. Kemudian, setelah dilakukan kalkulasi ternyata muncul kenaikan diatas 10 persen untuk UMK di Jepara tahun 2022 mendatang,” kata Yopi Priambudi, Ketua Konsulat Cabang (KC) FSPMI Jepara Raya.
Selain itu, FSPMI Jepara raya juga menuntut pembatalan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan cabut PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.
Yopi menjelaskan, UMK tahun 2022 menggunakan peraturan pemerintah (PP) No 36 Tahun 2021.
PP Nomor 36 Tahun 2021 merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang justru menjauhkan buruh dari kesejahteraan.
“Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini merupakan program pemerintah melalui Omnibus Law yang mendapat penolakan oleh kalangan masyarakat. Terutama kelas buruh atau pekerja,” jelas Yopi. (Lingkar Network | Koran Lingkar Jateng)